Mind
Begini Cara Hadapi Mommy Wars
Ungkapan perdebatan antara working dan stay at home mom di sekitar kita memang tidak pernah berhenti ya, Mams? Sering sekali kami mendengar berbagai ungkapan yang menyudutkan para working mama karena telah meninggalkan anak – anaknya untuk bekerja dan tidak membimbing mereka dalam kehidupan sehari – hari. Sementara itu, para working mama yang harus bekerja karena kebutuhan merasa tersudut dan membalas sindiran tersebut melalui berbagai platform, termasuk sosial media. Kami yakin Anda pernah mengalaminya. Begitu juga dengan kami. Lalu, apa ya pendapat para ahli dan cara menghadapinya?
Psikolog & penulis buku “The Friendship Fix: The Complete Guide to Choosing, Losing, and Keeping Up With Your Friends”, Andrea Bonior, Ph.D. mengatakan bahwa Mommy Wars kerap terjadi karena para mama kini hidup di era teknologi yang memungkinkan tersebarnya informasi secara masif (overload!) sehingga membuat pribadinya mudah tersulut oleh sindiran/ungkapan yang diunggah melalui media apapun. Selain itu, excitement menjadi seorang mama baru juga menjadi faktor; para mama cenderung ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa ia telah melakukan banyak hal untuk anaknya.
“Saya pernah membaca sebuah quotes yang tersebar melalui akun sosial media, menyindir bahwa anak – anak yang dibesarkan oleh working mama sesungguhnya adalah anak baby sitternya. Karena menurut ungkapan tersebut, tidak ada pekerjaan yang lebih mulia daripada menjadi seorang Ibu rumah tangga yang mengasuh dan membesarkan sendiri anak – anak di rumah. Honestly, saya sempat tersinggung membaca postingan tersebut, ditambah komen – komen yang terus berderet memojokkan working mama seperti saya. Ingin membalas komentar tapi kok, rasanya nggak worth it untuk dilakukan. Toh mereka tidak memahami alasan saya kembali bekerja karena kebutuhan. Dan anak saya tetap tumbuh dalam pengawasan saya sebagai mamanya. Kami menjaga komunikasi dengan baik. Lagipula saya selalu percaya bahwa Si Kecil akan belajar banyak dari aktivitas saya selama ini, yaitu kemandirian. Do this: Dont fall for the hype. Youre a cool Mama.” – Jessica Wilar, mama dari Joan (3 tahun).
1. Tenang & fokus pada tujuan utama
2. Berpikir dua kali
Sebelum berpendapat atau mengunggah sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan sebagai seorang mama, pikirkan apa saja efek yang akan ditimbulkan oleh ucapan Anda: Pastikan tidak akan menyakiti dan merugikan orang lain.
3. Posisikan diri sebagai orang lain
Remember this, Mamas, there is a million ways to be a good mother. Salah satunya adalah berkonsentrasi pada urusan domestik kita masing – masing serta menghargai pendapat dan keputusan mama lain dalam menjalani hidupnya. So, yes. Its time to stop fighting the Mommy Wars! (Nathalie Indry/KR/Photo: Istock photo.com)
You may also like...
Latest News
-
Karmenita Ridwan | 2 May 2024
Program BISA Tingkatkan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Hingga 81,5%
Save the Children bersama dengan mitra konsorsium Unilever Lifebuoy, berhasil meningkatkan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di...
-
Tammy Febriani | 2 May 2024
Dukung Pemberdayaan Perempuan, Leet Media Luncurkan “Pertamina Renjana Cita Srikandi”
Dalam rangka mendorong pemberdayaan perempuan Indonesia, Leet Media dengan bangga mempersembahkan Pertamina Renjana Cita Srikandi, yang akan dilaksanakan pada tanggal 17-19 Mei 2024 di Senayan Park, Jakarta Selatan....
-
Tammy Febriani | 29 April 2024
Bethsaida Hospital Hadirkan Pusat Layanan Kesehatan dan Teknologi Terdepan
Bethsaida Hospital, general hospital pertama di Gading Serpong yang didirikan pada 12 Desember 2012, senantiasa melakukan peningkatan kualitas...
-
Tammy Febriani | 29 April 2024
Flagship Play ‘N’ Learn Terbesar di Indonesia Hadir di Summarecon Mall Serpong
Bermain merupakan momen Si Kecil untuk belajar banyak hal yang dapat mendukung tumbuh kembangnya. Tidak hanya perkembangan kognitif,...
-
Tammy Febriani | 26 April 2024
Takeda Raih PR Indonesia Award 2024 untuk Program Kampanye Pencegahan DBD di Indonesia
Di Indonesia DBD (Demam Berdarah Dengue) menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi pada anak. Hingga kini, tidak ada...