Health

Flexing hingga Gangguan Kecemasan, Kesehatan Mental pada Remaja Tak Dapat Dianggap Remeh

By  | 

Hasil survei yang dilakukan pada tahun 2022 menyebutkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki satu masalah kesehatan mental. Data yang sama juga menyebutkan, bahwa satu dari 20 remaja memiliki satu gangguan mental! Tentunya isu kesehatan mental tak lagi dapat dianggap remeh

Bisa dibilang, meningkatnya penggunaan media sosial saat ini turut memengaruhi gaya hidup seseorang. Termasuk narsistik, flexing dan bullying baik di dunia maya maupun nyata. Sehingga perlu kita pahami, banyaknya kasus bullying, flexing, narsis berlebihan, tindak kekerasan, bahkan fenomena bunuh diri di kalangan remaja yang marak akhir-akhir ini merupakan indikasi darurat kesehatan mental.

Ketua Wanita Indonesia Keren (WIK), Maria Ekowati, mendorong isu kesehatan mental ke dalam pembahasan Undang-undang Kesehatan dan Undang-undang Kesehatan Ibu dan Anak yang saat ini sedang dibahas di lembaga legislatif. Desakan itu terkait kecenderungan penyimpangan perilaku yang banyak terjadi belakangan ini.

WIK merupakan komunitas perempuan yang didirikan pada tahun 2022 yang bertujuan memberi ruang kepada wanita untuk kreatif, responsif, empatidan nyata sehingga dapat mandiri secara ekonomi, kepribadian, ideologi dan spiritual. Diketuai oleh Maria Ekowati, WIK telah melakukan serangkaian edukasi dan promosi pemberdayaan perempuan termasuk diantaranya intervensi Kesehatan mental di berbagai daerah di Indonesia.

“Isu ini harus mendapat porsi cukup dalam pembahasan RUU Kesehatan dan RUU Kesehatan Ibu dan Anak agar penanganan kesehatan mental memiliki kekuatan hukum. Masalah kesehatan mental harus mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seluruh komponen masyarakat,” ujar Maria di acara Bincang Media pada Jum’at, 26 Mei 2023 lalu.

Selama ini, penanganan kesehatan mental lebih dominan pada tahap kuratif, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), belum dimulai pada pencegahan atau preventif. Ia merujuk pada sejumlah penelitian dan salah satunya survei yang dikeluarkan Indonesia-National Adolescent tahun 2022. Selain menyebutkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki satu masalah kesehatan mental, survei tersebut juga menyatakan bahwa satu dari 20 remaja memiliki satu gangguan mental, dimana gangguan cemas merupakan keluhan yang paling banyak dialami remaja. Gangguan kecemasan ini tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin maupun usia ya, Mams. Bisa terjadi pada remaja perempuan maupun laki-laki dengan rentang usia dan tingkat pendidikan yang beragam. Data-data itu, menurut Maria, sangat memprihatinkan dan harus segera mendapat penanganan serius dari pemerintah.

Data statistik itu menjadi penanda bahwa Indonesia sedang berada dalam darurat kesehatan mental. Oleh karena itu, penanganan kesehatan mental harus dilakukan hingga ke tingkat komunitas. “Bila selama ini ketika kita mengalami gangguan kesehatan fisik, maka kita sudah tahu harus menuju ke mana. Namun tidak demikian bila kita merasakan gangguan emosi berkelanjutan sebagai indikator kesehatan mental,” ujar Maria.

Layanan kesehatan mental, idealnya, menjadi satu dengan layanan kesehatan fisik dan tidak dipisahkan seperti saat ini dengan adanya rumah sakit jiwa. “Harus ada desain layanan kesehatan mental di rumah sakit umum dan rumah sakit daerah baik milik pemerintah atau swasta. Demikian juga sampai ke Puskesmas dan Posyandu,” lanjut Maria yang berlatar belakang pendidikan psikologi.


Edukasi Publik

Selain memasukkan isu kesehatan mental ke dalam RUU Kesehatan dan RUU Kesehatan Ibu dan Anak, Maria juga mendorong perlunya edukasi publik secara masif, paling tidak pada tahapan skrining atau deteksi dini. Maria mengingatkan, sekalipun sudah berada pada tahap darurat kesehatan mental, secara kultural, isu ini masih ditabukan untuk dibicarakan. Masih banyak orang yang menganggap gangguan mental sebagai hal yang tabu atau aib, padahal bila gejala awal tidak mendapat penanganan, akan berkelanjutan hingga berpotensi pada gangguan jiwa akut.

Maria mengungkapkan, komunitas WIK yang ia ketuai, sudah menemui sejumlah pejabat yang menangani isu kesehatan mental. Ia juga sudah menyuarakan aspirasinya ke Komisi IX DPR agar mendapat perhatian sungguh-sungguh. Dalam waktu dekat, WIK akan mengajak semua pihak terkait untuk melakukan kajian strategi penanganan kesehatan mental di masyarakat.

Tak hanya melalui komunitas dan pemerintah, tentunya keluarga sebagai lingkup terkecil dalam kehidupan Si Kecil dapat selalu mendampingi dan menjadi support system bagi Si Kecil tidak hanya dalam menjaga kesehatan fisiknya saja, namun juga kesehatan mentalnya. (Tammy Febriani/KR/Photo: Dok. iStockphoto)

Shares