Career

Ketika Si Calon Mama Harus Dimutasi

By  | 

Wanita yang mengandung tentunya mengalami sejumlah perubahan baik secara fisik maupun non fisik. Bagi wanita karier yang tengah hamil, seringkali pada awal kehamilan akan mengalami morning sickness, mood yang terganggu, dan menurunnya daya tahan tubuh yang tentunya  dapat mengurangi produktivitas kerja.

Hal inilah yang menjadi alasan beberapa perusahaan melakukan mutasi pada karyawan wanita yang sedang hamil. Karena, dikhawatirkan posisi kerja Anda yang membutuhkan ketahanan fisik tinggi dapat membahayakan kondisi Anda beserta janin dan juga memengaruhi produktivitas kerja perusahaan.

Bagi Mams to be yang sudah mencintai pekerjaan Anda saat ini, tentunya akan merasa kecewa dengan keputusan manajemen yang memutuskan Anda pindah ke departemen lain, yang mungkin saja tidak sesuai kemampuan Anda. Sebenarnya, seperti apa sih pasal yang berlaku di negara ini tentang mutasi?

Seperti diketahui, perihal mutasi atau penempatan kerja ke tempat lain ini terangkum dalam Pasal 32 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Adapun isi dari peraturan tersebut adalah:

  1. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.
  2. Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memerhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.
  3. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memerhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.

Jadi, seandainya perusahaan akan melakukan mutasi dan Anda ingin menolak mutasi tersebut, sebaiknya Anda harus melihat kembali ketentuan dalam Peraturan Perusahaan (PP) tempat Anda bekerja atau perjanjian kerja Anda dengan perusahaan terlebih dahulu. Jika memang menolak mutasi dikualifikasikan sebagai ‘menolak perintah kerja’, atau melanggar perjanjian kerja, konsekuensinya adalah Anda dianggap melanggar PP atau perjanjian kerja dan dapat digugat ke PHI. Dan bisa juga Anda dianggap mengundurkan diri sesuai Pasal 168 UUK.

Namun, sebelumnya Anda dapat mengupayakan cara kekeluargaan dengan menyampaikan latar belakang keberatan Anda untuk dimutasikan ke tempat lain, Mams. Walau bagaimanapun, penempatan tenaga kerja tetap harus memerhatikan harkat, martabat, hak asasi dan perlindungan hukum pekerja. Jadi, walau perusahaan menghendaki Anda dimutasi, pihak perusahaan tetap harus memerhatikan kondisi pekerja yang akan dimutasi.

Akan tetapi, jika kewenangan perusahaan untuk melakukan mutasi ini diatur dalam PP atau perjanjian kerja, maka perusahaan sangat mempunyai dasar untuk memutus hubungan kerja jika Anda menolak mutasi.

Jika saat ini Anda tengah berada di posisi akan dimutasikan, Anda tentu bimbang ya, Mamas. Simak pengalaman dua Smart Mama berikut. Mungkin bisa jadi bahan pertimbangan Anda.

“Saat usia kandungan saya memasuki empat bulan, saya yang bekerja di divisi marcomm dimutasi atasan. Kondisi kehamilan menjadi alasan Si Bos untuk melakukan mutasi. Ketahanan fisik yang tinggi memang sangat diperlukan oleh karyawan yang menempati posisi saya saat itu, mengingat event-event yang kami kerjakan memang cukup banyak dan beberapa diadakan saat weekend, hingga waktu libur sangat terbatas. Awalnya saya sempat tertekan, karena saya terbiasa bekerja dengan mobilitas tinggi, dan tiba-tiba dipindahkan ke posisi lebih ‘santai’. Namun setelah saya menyadari bahwa sebagai calon ibu memang saya memiliki keterbatasan, dan di awal peran saya sebagai ibu nantinya saya pasti memerlukan waktu lebih banyak untuk anak saya, maka saya pun akhirnya bisa menerima mutasi ini.”
Sisil, 29 tahun, mama dari Serly, 7 bulan

“Walau mutasi saya disertai promosi jabatan lebih tinggi, namun pindah ke departemen lain tentunya tetap membutuhkan masa adaptasi juga. Saya sempat ingin mengundurkan diri karena ternyata saya merasa tak cocok dengan lingkungan kerja baru. Namun mengingat biaya persalinan yang tak murah, saya pun akhirnya memutuskan untuk tetap bertahan. Setidaknya hingga cuti melahirkan saya nanti usai, baru saya pikirkan kembali langkah apa yang akan saya ambil, bertahan, atau mencari pekerjaan baru.”
Dena, 25 tahun, sedang hamil 5 bulan.

“Perusahaan tempat saya bekerja meminta saya menduduki posisi manager di cabang yang berada di luar kota. Walau jabatan yang ditawarkan cukup menantang, namun kondisi saya yang sedang hamil sangat menjadi pertimbangan. Terlebih kantor cabang yang ditunjuk bisa dibilang cukup terpencil dan suami pun tidak bisa dengan mudah meninggalkan kariernya saat ini. Saya pun kemudian berusaha melakukan nego dengan perusahaan dengan alasan kehamilan saya. Saya sangat bersyukur perusahaan bisa mengerti alasan saya dan akhirnya menunjuk karyawan lain untuk mengisi posisi tersebut.” 
Alia, 29 tahun, hamil 6 bulan. (Tammy Febriani/LD/Photo: Istockphoto.com)

Shares