Health

Roche Retina Summit 2025: Komitmen Roche dalam Inovasi Perawatan Retina

By  | 

Penyakit retina, seperti Degenerasi Makula terkait Usia (Age-related Macular Degeneration/AMD) dan Edema Makula Diabetik (Diabetic Macular Edema/DME), merupakan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di seluruh dunia. Penyakit progresif ini tidak hanya menurunkan kualitas hidup penderitanya, tetapi juga menambah beban sosial-ekonomi yang signifikan.

Gangguan penglihatan menjadi perhatian serius di Indonesia, di mana diperkirakan 5 hingga 6 juta orang mengalaminya. Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan target untuk menurunkan gangguan penglihatan akibat retinopati diabetik (penyebab DME) sebesar 25% pada 2030.

Menanggapi hal ini, Roche Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam inovasi perawatan kesehatan mata melalui penyelenggaraan “Roche Retina Summit 2025”. Acara ilmiah ini mempertemukan para ahli retina di Indonesia dengan para pakar internasional untuk membahas terobosan terbaru dalam penanganan penyakit retina dengan fokus terhadap data klinis penanganan terbaru penyakit retina.

Sambutan Sanaa Sayagh, Presiden Direktur Roche Indonesia, di acara Roche Retina Summit 2025.

“Penyelenggaraan Roche Retina Summit adalah bentuk komitmen kami terhadap pasien dengan gangguan penglihatan,” jelas Sanaa Sayagh, Presiden Direktur Roche Indonesia. “Dengan memfasilitasi diskusi seputar data Faricimab terbaru, kami tidak hanya berbagi inovasi ilmiah terdepan, tetapi juga menegaskan komitmen kami dalam mentransformasi standar perawatan retina. Kami berdedikasi untuk menyediakan solusi yang tidak hanya efektif, tetapi juga benar-benar meringankan beban pasien dan memperkuat sistem layanan kesehatan.”

Tahun ini, Roche Retina Summit menandai sejumlah capaian ilmiah besar yaitu:

-Persetujuan Indikasi Baru Faricimab untuk Retinal Vein Occlusion (RVO) – setelah sebelumnya disetujui untuk neovascular Age-related Macular Degeneration (nAMD) dan Diabetic Macular Edema (DME). RVO, yang juga dikenal sebagai “stroke mata”, merupakan salah satu penyebab kebutaan paling umum di Asia.

-Pemutakhiran Data Klinis Terkini untuk tiga indikasi penyakit penyebab kebutaan – Polypoidal Choroidal Vasculopathy (PCV), neovascular Age-related Macular Degenerative (nAMD), dan Diabetic Macular Edema (DME), menunjukkan bukti ilmiah kuat mengenai efektivitas Faricimab dalam memberikan hasil penglihatan yang tahan lama sekaligus mengurangi beban pengobatan bagi pasien di Asia.

Dr. dr. Elvioza, SpM(K), Ketua Vitreo-Retina Service dan Chief Medical Director di JEC Eye Hospitals & Clinics yang turut berbicara dalam salah satu sesi acara tersebut berbagi mengenai hasil studi SALWEEN satu tahun yang juga dipublikasikan di Kongres Retina EURETINA di Paris pada September 2025 lalu. “Studi SALWEEN di Asia menyediakan bukti kuat dalam menangani PCV, yaitu benjolan polip pada pembuluh darah di sekitar retina.” ungkap dr. Elvioza. Dengan data terbaru ini, diharapkan pasien mendapatkan perbaikan penglihatan dengan beban pengobatan yang lebih ringan karena lebih jarang ke rumah sakit.

“Pada Studi Salween ini, Faricimab dapat menghilangkan polip (regresi polip) 61% dan sekitar 83% interval injeksi bisa diperpanjang hingga tiga bulan atau lebih,” tambahnya.

Dr. dr. Elvioza, SpM(K), Ketua Vitreo-Retina Service dan Chief Medical Director di JEC Eye Hospitals & Clinics dalam sesinya mengenai studi terbaru Faricimab dalam penanganan berbagai penyakit retina.

Kolaborasi untuk Perkuat Ekosistem dan Percepatan Kemajuan Penanganan Penyakit Retina

Roche Retina Summit menyoroti hasil studi global terbaru yang menunjukkan efikasi kuat dan durabilitas yang lebih panjang dari Faricimab. Data tersebut memperkuat potensi Faricimab untuk secara signifikan mengurangi beban pengobatan bagi pasien dengan memungkinkan interval pengobatan yang lebih panjang—hingga empat bulan sekali bagi lebih dari 60% pasien.

Menambahkan perspektif internasional, Dr. Yuen Yew Sen, seorang Spesialis Bedah Retina dari Universitas Nasional Uveitis Singapura, menyoroti dampak signifikan Faricimab bagi pasien RVO (“stroke mata”). “Penanganan dini sangat penting untuk penyumbatan stroke mata,” kata Dr. Yuen.

“Menunda pengobatan dapat mengakibatkan kerusakan penglihatan yang permanen, atau perbaikan tajam penglihatan yang tidak optimal meskipun bengkaknya akhirnya sembuh,” lanjutnya.

Dr. Yuen mengkonfirmasi bahwa hasil studi Faricimab untuk pengobatan RVO sejalan dengan hasil studi terhadap penyakit retina lainnya, “Faricimab, yang kini disetujui untuk mengobati stroke mata di Indonesia, terbukti efektif untuk memperbaiki penglihatan dan mengurangi bengkak di retina, sekaligus berpotensi mengurangi frekuensi suntikan mata dalam jangka panjang,” sambungnya.

“Percepatan kemajuan di bidang kesehatan retina hanya dapat tercapai melalui kolaborasi para pemangku kepentingan,” ujar dr. Referano Agustiawan, SpM(K), Ketua Umum INAVRS. “Kami mendukung kolaborasi untuk membangun ekosistem layanan kesehatan retina yang kuat di negeri ini, sehingga bersama-sama kita dapat menurunkan beban hilangnya penglihatan akibat penyakit retina.”

Roche Retina Summit ditutup dengan komitmen bersama untuk terus mendorong kolaborasi dan edukasi guna meningkatkan ekosistem perawatan mata di Indonesia, memastikan pasien mendapatkan akses ke diagnosis dini dan terapi inovatif yang dibutuhkan. (Tammy febriani/KR/Photo: Doc. Roche, iStockphoto)

Comments are closed.

Shares