Health

Smart Mama Story: Dita Guritno

By  | 

“Motherhood has its challenges, but it also has its joys.”

Pengalaman menjadi seorang mama memang tidak akan terlupakan. Dita Guritno, Chief of Content podcast company, Inspigo, sekaligus mama dari Bhumi galendra guritno (9) & Samudera Kaurugama Guritno (5) berbagi pengalaman melewati masa postpartum depression sekaligus merawat anak keduanya yang terdiagnosa autism.

Potpartum Depression & How to Deal With

“Masa peralihan menjadi seorang Mama saya rasakan sangat berat. Setelah menikah pada tahun 2007, saya dan suami memutuskan untuk meninggalkan Jakarta lalu tinggal di San Fransisco. Puncaknya, 3 bulan setelah kelahiran Bhumi, saya sangat stres karena merasa tidak lagi memiliki waktu istirahat yang cukup, ditambah problem ASI kurang lancar, underweight pada bayi, hingga rasa percaya diri yang menurun drastis,” ungkapnya.

What has been the lowest point in your life, and how to deal with? 

“Saya sempat ingin bunuh diri; hampir setiap malam saya keluar rumah lalu mengendarai mobil sendirian.. memikirkan apakah sebaiknya menabrakkan mobil di jalanan. Tapi lalu suami saya mengirimkan pesan berisikan foto Bhumi, dan mengingatkan bahwa Ia menunggu kehadiran saya di rumah.”

IMG_0046

Berikut hal – hal yang bisa mamas lakukan untuk mengatasi postpartum depression atas pengalaman Dita Guritno: 

1. Temukan support system. “Terutama untuk sesama mamas yang tinggal di luar negeri dan berjauhan dari keluarga besar, ya. Karena pilihan berkonsultasi dengan psikolog sangat mahal di Amerika, suami & keluarga mengajak saya & Bhumi untuk pulang ke Jakarta untuk mendapatkan dukungan mengurus Si Kecil selama 6 bulan. ”

2. Take some time. Menurut American Psychological Association, 1 dari 7 mama mengalami berbagai bentuk gangguan stres paska melahirkan. Sediakan waktu minimal 15 menit untuk bersantai, “Dalam hal ini saya kembali kembali beraktivitas dan menyambung tali silaturahmi dengan teman – teman lama. It works. Take some time.”

3. Berbagi cerita. “Pada awalnya, saya enggan menceritakan problem ini kepada pasangan. Tapi pada akhirnya saya menyadari bahwa kita semua butuh teman bicara. Paling tidak, beban yang kita rasakan menjadi berkurang..”

Putra kedua Dita Guritno, Samudera.

Putra kedua Dita Guritno, Samudera.

Second born and autism

“Terdeteksi hamil anak kedua saat usia kehamilan sudah mencapai 7 minggu; disusul dengan kondisi kesehatan saya yang tidak stabil karena sering terkena flu saat winter. Tapi overall, sampai waktu kelahiran, Samudera tergolong normal dan sehat – sehat saja.”

Lalu bagaimana diagnosa autism kemudian muncul? 

“Kami memeriksakan kesehatan Samudera setiap 3 bulan sekali sejak masa kelahiran. Lalu saat bulan ke 15 hingga 21 kami memeriksa perkembangan milestonenya, ternyata Ia masih belum bisa mengucapkan first words, belum mampu menunjuk dengan tangan, serta tidak responsif saat dipanggil. Samudera didiagnosis menderita PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified) atau biasanya disebut autism dalam tingkatan rendah.”

PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified)

Gangguan yang jelas ditunjukkan dalam aspek komunikasi, interaksi sosial, dan minat/perhatian. Setiap anak dengan PDD-NOS memiliki intensitas gangguan yang berbeda-beda. Beberapa anak dengan PDD-NOS memiliki hambatan dalam lingkungan sekolah atau rumah saja, sementara yang lain memiliki kesulitan dalam area kehidupanya.

Lalu, apa saja terapi yang dijalankan untuk mengejar ketertinggalan tumbuh kembang Samudera? 

1. Sensori terapi. Anak – anak dengan autism pasti memiliki sensitifitas dengan salah satu sensorinya; kebetulan Samudera lebih sensitif pada bagian kaki.

Terapi ini menekankan stimulasi yang penting untuk membantu interpretasi dan respon anak terhadap lingkungan melalui berbagai aktivitas untuk merangsang respon motorik & sosial.

IMG_1940

2. Mencari komunitas atau support group untuk autism di Jakarta. Walaupun sampai saat ini saya masih belum menemukan komunitas yang aktif melaksanakan kegiatan rutin untuk anak – anak autis, tapi sebisa mungkin saya libatkan Samudera dalam proses bersosialisasi, misalnya melalui sekolah umum.

Hingga saat ini, saya bisa katakan responnya mengalami perkembangan, step by step. 

3. Terapi obat & diet makanan. Dokter syaraf yakin bahwa problem utama penyebab autisme terletak pada otak anak. Konsumsi obat – obatan khusus untuk menenangkan diri sekaligus meningkatkan kemampuan fokus pada hal – hal tertentu.

Meanwhile, konsultasi kami dengan psikolog juga menemukan fakta bahwa kondisi autisme juga berkaitan sangat erat dengan kesehatan pencernaan seseorang. Oleh karena itu, Samudera menjalani tes khusus food sensitivity/ IG yang dapat mendeteksi jenis – jenis makanan (dalam hal ini gluten, telur, hingga beberapa jenis buah – buahan, serta gula berlebih) yang jika dikonsumsi akan menjadi racun dan memengaruhi cara kerja otaknya.

4. Tes kadar logam & timbal dalam tubuh. Dibantu juga oleh pskiatri anak dr. Melly Budhiman, SpKJ, kami melakukan tes ini melalui potongan rambut Samudera. Hasilnya akan menunjukkan kadar logam, merkuri dan timbal dalam tubuhnya yang tidak dapat diurai oleh tubuh anak – anak autis. Jika bertambah tinggi, misalnya saat menghirup asap rokok atau konsumsi ikan laut dapat membahayakan kesehatannya karena bersifat toxic.

“Hingga saat ini, kami selalu berusaha untuk mencoba melakukan berbagai usaha untuk mengejar ketertinggalan tumbuh kembang Samudera. Fase berikutnya yang kami hadapi adalah memilih sekolah untuknya. Besar harapan kami pemerintah dapat membantu memaksimalkan potensi dan fungsi sekolah inklusi melalui perkembangan tenaga pengajar dan fasilitas sekolah,” tutup Dita.

Thanks for sharing, Dita! Adakah mamas yang juga memiliki pengalaman yang sama membesarkan anak – anak dengan autisme? Share melalui kolom komentar, ya! (Nathalie Indry/KR/Photo: dok. Dita Guritno)

 

 

 

 

 

Shares