Parenting

Mengajarkan Sikap Optimisme pada Anak

By  | 

Optimis merupakan sikap memiliki tekad kuat dalam melakukan sesuatu, bersungguh-sungguh, dan percaya diri bahwa apa yang ia inginkan atau usahakan pasti berhasil. Sikap optimis sebaiknya juga dikenalkan pada anak sejak usia dini, Mams. Berikut beberapa prinsip yang bisa Anda terapkan untuk membantu Si Buah Hati memiliki rasa optimis:

  1. Fokuslah pada prestasi anak, bukan pada kegagalannya. Tak sedikit orangtua yang selalu fokus pada kegagalan anak. Misalnya, ada seorang anak yang mendapat nilai 9 di sekolah pada hampir semua mata pelajarannya. Namun, orangtuanya tidak bisa menerima angka tersebut. Menurut mereka, seharusnya anaknya mendapat nilai 10. Pada akhirnya, anak ini menjadi pesimis untuk belajar dan di akhir semester, hampir seluruh nilai malah turun ke 6-7. Pada sesi konseling anak ini mengatakan, orangtuanya tidak pernah memuji segala kelebihannya, bahkan untuk nilai-nilai yang di atas rata-rata sekelasnya. Jadi, ketika orangtua tidak melihat kegagalan anak dan bisa melihat prestasi yang ada, maka anak akan tumbuh percaya diri dan tentunya tidak akan merasa takut untuk gagal.
  2. Memuji dengan spesifik. Ketika anak berhasil melakukan suatu kegiatan yang walaupun kecil seperti merapikan pakaiannya sendiri, membereskan mainannya, kita harus memuji dengan spesifik. Misalnya, “Wah kamu pintar bisa membereskan pakaian sendiri.”, “Kamu hebat bisa membereskan mainan kamu.” dan lain-lain. Jangan hanya sekadar mengatakan, “Hebat kamu.” saja ya.
  3. Dukung anak untuk hal yang diminatinya. Tentunya dukungan yang Anda berikan untuk hal positif dan tidak membahayakan jiwanya. Beri dukungan kepada anak sejauh yang kita bisa, dan berusahalah terlibat pada apa yang diminatinya. Misalnya, jika ia tertarik dalam hal olahraga, seperti basket, Mamas bisa mendukungnya dengan membelikan bola basket, menyaksikan ia bermain, atau bahkan mengajaknya bermain.
  4. Memberi semangat dalam kelemahan. Bila nilai anak pada mata pelajaran tertentu tidak bagus, maka ajarkan bahwa itu bukan berarti ia tidak berhasil. Jangan mengatakan karena ia bodoh sehingga nilainya jelek. Atau misalnya saat anak gagal merangkai puzzle, jangan langsung katakan bahwa ia bodoh dan tidak bisa mengerjakannya. Katakan saja ia kurang berkonsentrasi pada saat itu dan jangan menyerah untuk mencoba lagi.
  5. Tidak mencela anak jika melakukan kesalahan. Bila anak melakukan kesalahan, jangan mencela atau memarahinya, apalagi memberinya hukuman. Pastikan anak tahu bahwa sebagai orangtua, Anda tidak keberatan sedikitpun jika ia melakukan kesalahan, sehingga ia tak takut mencoba lagi untuk gagal. Alangkah baiknya jika memberinya hadiah atas kemauannya mengulang lagi usaha yang sebelumnya gagal. Berani kembali berusaha setelah gagal merupakan esensi dasar optimism lho, Mamas. (Tammy Febriani/LD/Photo: Istockphoto.com)

Shares