
Health
Penggunaan AI pada Analisa Rontgen Dada Berpotensi Tingkatkan Deteksi Kanker Paru
Kanker paru merupakan salah satu penyebab utama kematian yang diakibatkan oleh kanker. Di Indonesia sendiri, kanker paru menjadi kasus kematian kanker yang tertinggi.
Namun sayangnya, kanker paru seringkali terlambat terdeteksi dan baru diketahui saat stadium lanjut. Hal ini dapat terjadi karena pada stadium awal, penyakit ini seringkali tidak menimbulkan gejala yang jelas. Gejala awal kanker paru yang timbul umumnya mirip dengan penyakit pernapasan biasa seperti batuk, pilek atau flu.
Kanker paru yang ditemukan pada stadium lanjut, membuat pengobatannya lebih sulit dan kurang efektif. Oleh karena itu, skrining dini menjadi sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderitanya. Salah satu metode skrining yang efektif dan direkomendasikan saat ini adalah Low-dose computed tomography (LDCT).
Low-dose computed tomography (LDCT) merupakan baku emas untuk skrining kanker paru, namun biaya dan akses penggunaan LDCT tersebut sangat terbatas di beberapa negara di dunia. Chest x-rays (CXR), merupakan langkah awal dari LDCT, yang merupakan alat triase yang paling umum, terjangkau, dan mudah diakses dalam pengaturan yang terbatas sumber daya.
“Untuk mentransformasi perawatan pasien dan untuk mengeliminasi kanker sebagai penyebab kematian, kita harus menangani beban kanker yang signifikan dan tidak proporsional di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah serta memiliki sumber daya dan infrastruktur terbatas melalui solusi yang disesuaikan dan dapat diskalakan,” kata Ti Hwei How, Vice President Oncology and Market Access, International Markets AstraZeneca.
AstraZeneca bekerja sama dengan Qure.ai dalam upaya mengeksplorasi pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) guna meningkatkan kemampuan deteksi dini penyakit. Pada European Lung Cancer Congress (ELCC) 2025, AstraZeneca mempresentasikan data yang menunjukkan potensi penggunaan AI dalam meningkatkan deteksi nodul dengan risiko tinggi kanker paru. Studi CREATE ini dilakukan menggunakan alat qXR-LNMS dari Qure.ai untuk mengevaluasi efektivitas perangkat lunak qXR dalam memprediksi risiko keganasan nodul paru insidental pada rontgen dada terhadap baku emas LDCT.

Studi CREATE ini dilakukan di 5 negara, yakni Mesir, India, Indonesia, Meksiko, dan Turki dan melibatkan lebih dari 700 orang dan menilai kemampuan qXR® untuk memprediksi risiko ‘nodul pulmoner insidental’ (IPN) pada rontgen dada apakah jinak atau ganas. Hasil tersebut konsisten dengan bebagai kelompok pasien, termasuk individu yang tidak pernah merokok, dan individu dibawah 55 tahun, yang biasanya tidak memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam program skrining kanker paru.
Di Indonesia sendiri, studi CREATE dilakukan di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya oleh tim peneliti yang dipimpin Prof. Dr. dr. Laksmi Wulandari, SpP(K)Onk, FCCP, FISR, FISCM. “Dalam situasi Indonesia saat ini, dimana distribusi peralatan diagnostik seperti CT Scan masih perlu diperluas dan ahli radiologi menghadapi beban kerja yang cukup tinggi, penerapan teknologi yang mengintegrasikan AI pada foto toraks dapat membantu untuk mengidentifikasi nodul di paru dengan cukup akurat, sekaligus meningkatkan efisiensi penggunaan LDCT untuk skrining pasien,” jelas Prof. Laksmi.
Prof. Laksmi juga menambahkan bahwa dari 714 kasus yang dicurigai melalui foto toraks, dianalisis menggunakan AI yang kemudian dikonfirmasi oleh dokter radiologi serta diperiksa dengan LDCT menunjukkan bahwa Positive Predictive Value (PPV) adalah 54%, dan Negative Predictive Value (NPV) adalah 93%. Ini berarti, jika AI memberikan skor negatif, nodul kemungkinan besar tidak ganas. Namun, jika skornya positif, nodul kemungkinan ganas meskipun ada beberapa hasil positif palsu. Oleh karena itu, penerapan AI ini dapat digunakan untuk membantu identifikasi pasien dengan nodul yang tidak memerlukan skrining dengan LDCT.
Pada kesempatan yang sama, dipaparkan juga CREATE Budget Impact Model yang dilakukan di Vietnam sebagai negara percontohan. Studi ini menggambarkan bahwa dengan mengintegrasikan qXR® ke dalam alur kerja klinis dapat meningkatkan penemuan kasus baru kanker paru hingga 3,155 kasus dan membantu mencegah hingga 4.742 kematian dini dan mencapai biaya netral (cost-neutral) pada tahun ke-5.
Penemuan ini mendukung bahwa integrasi AI pada CXR dapat digunakan sebagai langkah awal sebelum LDCT di negara atau wilayah dengan keterbatasan infrastruktur/biaya untuk mengidentifikasi individu dengan risiko tertinggi dan mengoptimalkan efektivitas biaya program skrining.
“Di Qure.ai, kami memanfaatkan AI untuk mengubah rontgen dada rutin—terutama dalam kondisi dimana sumber dayanya terbatas —menjadi peluang untuk mendeteksi kanker paru lebih awal. Kami bangga dapat mendukung upaya AstraZeneca untuk memungkinkan diagnosis kanker paru yang lebih tepat waktu, ” jelas Prashant Warier, CEO dan Pendiri Qure.ai. (Tammy Febriani/KR/Photo: Doc. iStockphoto)
Comments are closed.