Health
Jangan Anggap Sepele Penyakit Radang Usus, Kenali Gejala dan Tangani Segera!
IBD atau Inflammatory Bowel Disease adalah penyakit radang usus kronis yang menyebabkan peradangan jangka panjang pada saluran cerna. Jangan anggap remeh, kenali gejalanya untuk cegah penyakit ini!
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, menekankan bahwa tren kasus IBD di Indonesia mulai meningkat seiring perubahan gaya hidup. “Studi regional menunjukkan insidens IBD sekitar 0,7–1 per 100.000 penduduk per tahun. Angka ini menjadi peringatan bahwa IBD perlu mendapat perhatian serius,” ujarnya.
IBD mencakup dua bentuk utama, yakni Kolitis Ulseratif dan Penyakit Crohn, yang memiliki karakteristik dan komplikasi berbeda. Kolitis Ulseratif menyerang usus besar dan rektum dengan peradangan di lapisan mukosa, sementara Penyakit Crohn dapat muncul di seluruh saluran cerna dengan peradangan yang lebih dalam dan tidak merata.

Gejala IBD
Seringkali kita menganggap sepele sebuah penyakit karena gejalanya yang terlihat ringan. Namun bisa saja, gejala ringan ini ternyata adalah awal dari penyakit yang lebih berat, seperti radang usus misalnya.
IBD kerap memunculkan gejala seperti diare, nyeri perut, penurunan berat badan tanpa sebab, demam, mudah lelah, hingga BAB berdarah. Sifatnya yang progresif, menjadikan deteksi dini sangat penting untuk mencegah komplikasi serius di kemudian hari.
Prof. dr. H. Abdul Aziz Rani, SpPD, K-GEH, Ketua Yayasan Gastroenterologi Indonesia (YGI), menekankan pentingnya meningkatkan literasi publik mengenai IBD. “Gejala IBD yang menyerupai keluhan pencernaan ringan sering membuat pasien tidak menganggap kondisinya serius. Hal ini membuat banyak pasien datang dalam kondisi yang sudah lebih berat. Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya peran edukasi publik, agar semakin banyak orang mengenali tanda-tandanya sejak awal dan segera mencari pertolongan medis.”
Yayasan Gastroenterologi Indonesia didirikan untuk mendampingi pasien dalam perjalanan penyakitnya sekaligus menjadi jembatan informasi yang dapat diandalkan bagi masyarakat. “Kami ingin memastikan bahwa pasien mendapatkan dukungan, pemahaman, dan akses terhadap perawatan yang tepat, sementara publik menjadi lebih waspada terhadap gejala yang sering kali diabaikan,” terang Prof. Abdul.
Dalam rangka memperingati Pekan Kesadaran Kolitis Ulseratif dan Penyakit Crohn yang jatuh pada 1-7 Desember setiap tahunnya, YGI didukung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan PT Takeda Indonesia melangsungkan edukasi media yang berjudul “Kenali IBD (Inflammatory Bowel Disease): Penyakit Radang Usus yang Perlu Diperhatikan”, pada hari Selasa, 9 Desember 2025 lalu.
Kegiatan ini bertujuan membantu masyarakat mengenali gejala awal, memahami terapi yang tersedia, serta memberi ruang bagi suara para pejuang IBD untuk mendorong kualitas hidup yang lebih baik.

Dampak IBD pada penderita
Gejala yang ditimbulkan oleh IBD menyebabkan gangguan langsung pada aktivitas sehari-hari pasien, serta memiliki dampak jangka panjang, termasuk pembatasan diet, perubahan gaya hidup, dan kebutuhan untuk selalu berada dekat dengan toilet. Dampak yang lebih luas meliputi gangguan pada pekerjaan, sekolah, pengasuhan anak, aktivitas sosial dan rekreasi, hubungan interpersonal, serta kesejahteraan psikologis.
Dijelaskan oleh Steven Tafianoto Wong, seorang Pejuang IBD, “Perjalanan saya sebagai pejuang IBD dimulai dari keluhan yang saya kira hanya gangguan pencernaan biasa. Tapi seiring waktu, gejalanya semakin sering muncul dan mulai mengganggu aktivitas sehari-hari. Saat akhirnya mendapat diagnosis, saya harus belajar menyesuaikan banyak hal: mulai dari pola makan, aktivitas, sampai ritme kerja. Meski tidak mudah, saya ingin berbagi bahwa pasien IBD tetap bisa menjalani hidup yang produktif. Dengan mengikuti anjuran dokter, disiplin pada pengobatan, menjaga gaya hidup, dan terus mencari informasi yang benar, kondisinya bisa dikelola dengan baik. Saya berharap lebih banyak orang mengenali IBD lebih awal dan para pasien merasa bahwa mereka tidak sendiri. Dengan penanganan yang tepat, kualitas hidup tetap bisa dicapai.”

Pengobatan IBD
IBD sering kali muncul dengan gejala yang sangat umum, sehingga banyak pasien yang tidak segera memeriksakan diri. Padahal, jika tidak segera ditangani, penyakit ini dapat berkembang menjadi komplikasi yang berat.
“Mendeteksi IBD lebih awal memungkinkan pasien mencegah terjadinya komplikasi. Pemeriksaan dapat meliputi pemeriksaan riwayat pasien, fisik, laboratorium, endoskopi, biopsi, serta pemindaian (CT scan dan MRI),” jelas Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, MMB, SpPD, K-GEH, FACP, FACG, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterohepatologi.
Prof. Ari menambahkan, “Saat ini berbagai pilihan terapi sudah tersedia di Indonesia, mulai dari obat simptomatik, hingga terapi definitif, termasuk pilihan terapi biologis. Terapi seperti agen biologis dapat membantu mengendalikan peradangan secara lebih terarah, namun penggunaannya tetap perlu disesuaikan dengan kondisi pasien dan rekomendasi dokter. Agar pasien dapat mempertahankan kualitas hidup yang baik, deteksi dini serta kepatuhan pasien terhadap terapi yang direkomendasikan memegang peranan yang sangat penting”.
Selama beberapa dekade terakhir, insiden dan prevalensi IBD meningkat signifikan di kawasan Asia, membuat potensi seseorang untuk terkena IBD juga meningkat. Kondisi ini menunjukkan bahwa penanganan IBD membutuhkan perhatian bersama dari seluruh ekosistem kesehatan.
“Kami memahami beban yang dihadapi pasien dan keluarga, mulai dari tantangan fisik hingga dampaknya pada kehidupan sehari-hari. Karena itu, Takeda berkomitmen menjadi mitra jangka panjang bagi Indonesia melalui obat-obatan inovatif kami, serta memastikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat yang membutuhkan,” urai Ulya Himmawati, Head of PT Takeda Indonesia.
“Komitmen ini kami wujudkan melalui edukasi kesehatan dan kolaborasi dengan para pemangku kepentingan untuk mendukung pasien mendapatkan perawatan yang tepat. Melalui kolaborasi seperti hari ini, kami berharap masyarakat semakin mengenali gejala IBD lebih awal sehingga pasien dapat memperoleh penanganan yang tepat waktu,” tutup Ulya. (Tammy Febriani/KR/Photo: Doc. Freepik, SmartMama, Takeda)


Comments are closed.