Mind

RUU Ketahanan Keluarga Mengatur Durasi Cuti Melahirkan Menjadi 6 Bulan

By  | 

Januari 2020 lalu, DPR RI mengesahkan 50 RUU untuk masuk prolegnas prioritas untuk dibahas pada tahun ini. Salah satunya yang menjadi sorotan adalah RUU Ketahanan Keluarga yang juga menjadi kontroversi. Di dalamnya mengatur durasi cuti melahirkan yang lebih panjang bagi istri dan suami.

Masing – masing tertuang dalam pasal berikut:

Pasal 29 ayat 1 : Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD) wajib memfasilitasi istri yang bekerja di instansi masing-masing untuk mendapatkan:

  • Hak cuti melahirkan dan menyusui selama 6 (enam) bulan, tanpa kehilangan haknya atas upah atau gaji dan posisi pekerjaannya
  • Kesempatan untuk menyusui, menyiapkan, dan menyimpan air susu ibu perah (ASIP) selama waktu kerja.
  • Fasilitas khusus untuk menyusui di tempat kerja dan di sarana umum.
  • Fasilitas rumah Pengasuhan Anak yang aman dan nyaman di gedung tempat bekerja.

Pasal 29 ayat 2:Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD) wajib memfasilitasi suami yang bekerja di instansi masing-masing untuk mendapatkan hak cuti saat istrinya melahirkan, istri atau anaknya sakit atau meninggal.

Pasal 134: Pelaku usaha (swasta) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) huruf h berperan dalam penyelenggaraan Ketahanan Keluarga melalui Kebijakan Ramah Keluarga di lingkungan usahanya antara lain:
a. Pengaturan aktivitas jam bekerja yang ramah keluarga.
b. Dapat memberikan hak cuti melahirkan selama 6 (enam) bulan kepada pekerjanya, tanpa kehilangan haknya atas posisi pekerjaannya.
c. Penyediaan fasilitas fisik dan nonfisik di lingkungan usahanya untuk mendukung pekerja perempuan dalam menjalankan fungsinya sebagai ibu.
d. Penyelenggaraan aktivitas bersama berupa pertemuan keluarga di lingkungan usahanya.
e. Berpartisipasi dalam penyelenggaraan Ketahanan Keluarga melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan.
f. Memberikan kesempatan bagi karyawannya untuk mengikuti bimbingan pra perkawinan, pemeriksaan kesehatan pra perkawinan, mendampingi istri melahirkan, dan/atau menjaga Anak yang sakit.

Namun begitu, RUU ini dianggap kontroversial karena mengatur urusan pribadi warga negara, yang meliputi kewajiban istri & peran suami, wajib lapor untuk LGBT/sadisme/masokisme/penyimpangan seksual, serta aturan untuk donor sperma, ovum & sewa rahim. (Nathalie Indry/KR/Photo: Istockphoto.com)

Shares