Mind

Inspirasi Emansipasi dari Film “Kartini”

By  | 

“Panggil aku Kartini saja, tanpa Raden Ajeng.”

Menjelang peringatan Hari Kartini tanggal 21 April 2017 mendatang, sutradara film Hanung Bramantyo yang pernah sukses mengawal film “Ayat – Ayat Cinta” pada tahun 2008 kembali merilis film terbarunya yang berjudul “Kartini”. Mulai tayang serentak di bioskop tanggal 19 April 2017, film yang dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo, Ayushita Nugraha, Acha Septriasa, hingga Reza Rahadian ini menjadi salah satu tontonan wajib bagi kita, para mama.


Sinopsis
Kisah diawali dari kehidupan masa kecil Kartini yang saat itu berusia 10 tahun. Keinginannya untuk mengenyam pendidikan tinggi harus terhalang oleh masa pingitan yang umumnya dijalani oleh gadis – gadis keturunan ningrat untuk menjadi seorang Raden Ajeng sejak usia 12 tahun. Ia berontak melawan yang menyebabkan dirinya dibenci oleh pihak keluarga. Sekalipun ayahnya sangat mendukung karena terlahir dari keluarga pendidik, tapi adat telah menggariskan.

Ia terjebak dalam adat istiadat Jawa yang mengharuskan untuk menunggu laki – laki yang bersedia meminangnya. Padahal, dari lubuk hatinya yang terdalam ia ingin mengenyam pendidikan setinggi – tingginya sampai ke negeri Belanda. Kepada sahabat penanya, Estelle “Stella” Zeehandelaar, perempuan kelahiran Jepara ini bercerita tentang harapan dan keinginannya untuk menjadi perempuan yang maju dan berpendidikan. Kartini membuktikan, bahwa dalam kungkungan pingitan sekalipun, pikiran dan suaranya tetap melayang bebas, merasakan arti kebebasan sesungguhnya, seperti saat ia dan kedua saudarinya Roekmini (Acha Septriasa) dan Kardinah (Ayushita Nugraha) mendirikan sekolah untuk kaum miskin dan menciptakan lapangan kerja untuk rakyat di lingkungan sekitarnya.
kartini
Testimonial
“Menurut saya, film ini dapat menginspirasi para wanita Indonesia, mengingatkan kembali bahwa sejatinya perempuan dapat melakukan berbagai hal yang positif dan sukses selama mau belajar dan berusaha. Terutama saat memahami bahwa di era dulu yang penuh dengan adat istiadat dan kungkungan yang keras, Kartini tetap membuktikan dengan caranya sendiri ia dapat maju dan menjadi pribadi yang menginspirasi.” – Tammy Febriani, mama dari Cello & Felli.

Untuk memahami sosok Kartini, Hanung Bramantyo melakukan riset panjang selama lebih dari 2 tahun dari buku – buku tentang Kartini karya Joost Cote, Pramoedya Ananta Toer, hingga Armijn Pane. Film berdurasi 120 menit ini akan mengajak kita, para mama untuk memahami arti perjuangan para wanita di era penjajahan Belanda yang tidak hanya bertarung melawan orang lain, namun diri sendiri dan kungkungan adat serta keluarga. (Nathalie Indry/KR/Photo: Various)

Shares