Parenting

Bila Si Kecil Suka Membully Temannya

By  | 

Biasanya orangtua akan khawatir bila anak mengalami bullying di lingkungan bermain ataupun sekolahnya sehingga memberikan perhatian lebih padanya. Namun bagaimana bila ternyata justru anak Andalah yang membully temannya?

Perilaku bullying atau suka menindas orang lain, tanpa disadari kerap kali dialami anak-anak atau remaja. Sayangnya, para pelaku bullying ini acapkali bukanlah anak atau remaja yang biasa dinilai punya perilaku nakal dalam kesehariannya terutama di rumah. Tak heran jika banyak orangtua yang kaget karena anak mereka terlibat bullying sementara di rumah mereka menunjukkan perilaku baik.

Menurut penelitian dari Douglas Gentile dan Brad Bushman dalam Psychology of Popular Media Culture, disebutkan bahwa anak-anak yang terlihat baik juga berisiko menjadi seorang pengganggu dan memiliki beberapa perilaku agresif. Penelitian ini dinilai melalui tayangan televisi yang mereka sukai, video game, dan film. Penelitian dilakukan dengan seberapa sering mereka menonton dan bermain video game yang berhubungan dengan kekerasan. Mereka berpendapat bahwa televisi dan video game berperan penting bagi anak untuk membully teman-temannya, karena dianggap seperti permainan.

Berdasarkan penelitian ini, diketahui kalau ada enam faktor yang bisa menyebabkan anak menjadi seorang pengganggu atau melakukan bullying pada temannya. Berikut faktor-faktor yang memengaruhi.

  1. Permusuhan. Dalam hubungan keluarga maupun pertemanan, permusuhan seringkali tak bisa dihindari. Merasa dimusuhi akan membuat anak merasa dendam dan ingin membalasnya.
  2. Kurang perhatian. Rendahnya keterlibatan dan perhatian orangtua pada anak-anaknya juga bisa menyebabkan mereka jadi suka mencari perhatian dan pujian dari orang lain. Salah satunya adalah pujian pada kekuatan dan popularitas mereka di luar rumah.
  3. Image sebagai laki-laki. Seringkali orang menilai bahwa menjadi seorang laki-laki harus kuat dan tak kalah saat berkelahi. Hal ini secara tak langsung kemudian menjadi paradigma kuat yang terus menempel pada anak laki-laki bahwa mereka harus mendapatkan pengakuan lebih kuat dibanding teman laki-laki lainnya. Akhirnya perilaku ini membuat mereka lebih cenderung agresif secara fisik.
  4. Riwayat korban kekerasan. Biasanya, anak yang pernah mengalami kekerasan khususnya dari orangtua lebih cenderung membalas ‘dendam’ pada temannya di luar rumah.
  5. Riwayat berkelahi. Mungkin sebelumnya Si Kecil pernah berkelahi dengan temannya dan berhasil memenangkan perkelahian tersebut. Kadang berkelahi untuk membuktikan kekuatan bisa menjadikan seseorang jadi ketagihan tetap melakukannya. Pujian atas kemenangan juga menjadi alasan ia ketagihan berkelahi.
  6. Terlalu sering melihat kekerasan dari media. Televisi, video game, dan film banyak menyuguhkan adegan kekerasan. Meski seharusnya, orangtua melakukan pendampingan saat menonton atau bermain video game untuk anak di bawah umur, nyatanya banyak orangtua yang belum melakukan ini. Ekspos media terhadap adegan kekerasan ini sering menginspirasi anak untuk mencobanya dalam dunia nyata. Jadi, sebaiknya dampingi dan beri pengertian pada anak saat menonton film beradegan kekerasan atau bermain video game tentang perkelahian. Karena pengaruh media inilah yang 80 persen bisa membuat perilaku anak menjadi negatif dan terinspirasi untuk melakukannya, Mams. (Tammy Febriani/LD/Photo: Istockphoto.com)

Shares