Career

Mengapa Banyak Wanita Bekerja Menyembunyikan Kehamilan?

By  | 

Meskipun hak pekerja wanita dilindungi Undang-Undang dan peraturan yang berkekuatan hukum, nyatanya masih banyak wanita bekerja yang kerap menyembunyikan kehamilannya lho, Mengapa demikian? Berdasarkan survei skala kecil yang dilakukan oleh Smart Mama ini alasan mereka.

  • Khawatir tidak mendapat pekerjaan. Beberapa Smart Mama sedang mencoba melamar pekerjaan di tempat baru saat dirinya dinyatakan hamil. Guna mencegah penolakan, ia terpaksa menyembunyikan kehamilannya.
  • Kontrak tidak diperpanjang. Banyak juga Smart Mama yang dalam masa kontrak saat dirinya mengandung. Hal ini dapat memengaruhi keberlangsungan kontrak kerjanya. Banyak perusahaan yang memutuskan tidak memperpanjang kontrak Si Karyawan yang tengah hamil dengan berbagai alasan.
  • Batal dipromosikan. Hal ini juga kerap terjadi lho Mams. Beberapa perusahaan menangguhkan promosi jabatan kala Si Karyawan yang tadinya sudah dinilai memenuhi syarat promosi dinyatakan hamil.

Tidak adil? Tentu saja, tetapi nyatanya banyak perusahaan yang merasa terbebani dengan kehadiran wanita hamil sehingga seorang calon mama yang seharusnya bangga memperlihatkan dirinya yang sedang mengandung, malah terpaksa menyembunyikan kehamilannya. Dan sayangnya baik peraturan maupun Undang-Undang sulit melindungi para pekerja wanita karena banyak perusahaan yang menggunakan alasan lain saat berlaku tidak adil terhadap pekerja wanita.

Smart Mama Story

“Atasan saya masih single dan wanita yang sangat mandiri. Ia juga terkenal sangat cerdas namun galak dan kurang peka terhadap kehidupan pribadi karyawan, maklum saja kehidupan beliau hanya seputar pekerjaan saja. Saat dinyatakan hamil, saya pun sangat panik dan selama lima bulan menyembunyikan kehamilan saya akibat enggan menghadapai reaksinya. Namun saat segala sesuatunya sudah tidak dapat disembunyikan lagi, saya memberanikan diri menghadap atasan yang tentu saja menanggapi dingin berita kehamilan saya. Tetapi untungnya ia tidak berniat menggeser saya dari perusahaan. Ia membiarkan saya bekerja seperti biasa dan mengambil hak cuti saya sebagaimana mestinya.”
Alia, 30 tahun, mama dari Kinara, 2 tahun

“Saya mengalami hal cukup pahit, saat dinyatakan hamil saya langsung berbicara dengan atasan yang menanggapi dengan biasa-biasa saja. Saya pun bekerja seperti biasa dan mengambil hak cuti saya sesuai peraturan Departemen Tenaga Kerja. Namun saat saya kembali ke kantor, posisi saya sudah digantikan orang lain. Saat saya pertanyakan, atasan dengan santainya bilang kalau kinerja penggati saya lebih baik dari saya dengan kata lain saya ‘dipaksa’ mengundurkan diri. Tentu saja saya sakit hati sekali, saya mengajukan resign dan tiga bulan kemudian saya diterima bekerja di sebuah perusahaan besar. Tak lama setelahnya saya mendengar mantan atasan mengalami sakit cukup parah. Saya sama sekali tidak mensyukuri kondisinya tersebut, namun saya jadi percaya bahwa Tuhan tidak pernah tidur dan saya belajar untuk tidak mengambil hak orang lain serta berusaha tidak menyakiti sesama manusia.”
Marina, 32 tahun, mama dari Tatiana, 4 tahun. (Karmenita Ridwan/LD/Photo: Istockphoto.com)

 

Shares