Mind

Menyikapi Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan: Pencegahan Bisa Dilakukan dari Rumah

By  | 

Pandemi Covid-19 menjadi faktor lonjakan tingkat Kekerasan Berbasis Gender. Laporan The Ignored Pandemic: The Dual Crisis of Gender-Based Violence and COVID-19 yang dipublikasikan oleh Oxfam Internasional, menunjukkan adanya lonjakan sebesar 22 hingga 111 persen pada jumlah laporan yang dilakukan oleh para penyintas ke layanan bantuan terkait kekerasan berbasis gender di 10 negara (Argentina, Cina, Kolombia, Siprus, Italia, Malaysia, Somalia, Afrika Selatan, Inggris, dan Tunisia) selama masa karantina. Realitas serupa pun terjadi di Indonesia. Komnas Perempuan melaporkan adanya peningkatan aduan kekerasan terhadap perempuan sebesar 40% di tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2019, dimana 65% dari jumlah kasus tersebut berkaitan dengan kejahatan online/siber.


Media Gathering “30 Tahun Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan: Dibalik Ganjalan Tantangan”.

Pada kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HAKTP) yang jatuh pada tanggal 25 November, Koalisi Perempuan Indonesia, Yayasan Kesehatan Perempuan, LBH APIK Sulawesi Selatan, SANTAI, Project Multatuli, KBR dan Oxfam di Indonesia mengadakan diskusi publik dan media gathering secara offline dan online yang mengangkat tema “30 Tahun Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan: Dibalik Ganjalan Tantangan”. Sudah 30 tahun perjalanan advokasi penghapusan Kekerasan Berbasis Gender, namun tantangan selama masa pandemi malah meningkatkan Kekerasan Berbasis Gender dan memperkuat ketimpangan dalam kesetaraan gender. Pemerintah perlu melindungi perempuan dan anak perempuan agar aman dari ancaman berbagai jenis kekerasan yang rentan dialaminya.

“Baik di Indonesia maupun secara global, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan meningkat, termasuk mendorong peningkatan perkawinan anak selama pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemulihan pandemi harus dilakukan secara adil dengan memastikan korban dan penyintas Kekerasan Berbasis Gender, termasuk KBGO mendapatkan layanan publik yang diperlukan.” Ujar Maria Lauranti, Country Director Oxfam di Indonesia.

Maria pun melanjutkan, bahwa pencegahan kekerasan terhadap wanita sudah bisa dilakukan sejak dini, dari rumah, oleh orangtua pada anak-anaknya. “Ayah punya peran penting untuk memberikan contoh, sebagai role model buat keluarganya bahwa di dalam kehidupan keluarga, mama dan papa memiliki peran yang berimbang,” ujarnya.

Maria mengatakan bahwa kedua orangtua hendaknya turut terlibat dalam mengelola pengasuhan, memelihara keluarga dengan baik. “Memelihara dan mengelola pengasuhan itu artinya mama dan papa benar-benar bertanggung jawab akan tumbuh kembang anak-anaknya, betul-betul memelihara rumah dan isinya, merawat segala-galanya, dan itu bersama-sama tidak ada yang melekat pada salah satu jenis kelamin. Misalnya, oh cuci piring itu bagiannya perempuan. Tidak bisa begitu. Yang pertama kesadaran tentang kesehatan kesehatan reproduksi, mempersiapkannya dengan baik. Yang kedua, memberikan contoh yang baik tentang bagaimana kita bersama-sama bertanggung jawab dalam peranannya mengelola rumah tangga, pengasuhan dengan kesadaran gender yang baik,” jelasnya.

Pandemi yang telah memperburuk diskriminasi gender yang sudah berlangsung lama, telah meningkatkan kerentanan perempuan dan anak perempuan terhadap kekerasan dan pelecehan. Selain pencegahan dari rumah, harapannya pemerintah juga turut memberikan perhatian yang lebih serius terhadap hal ini. Salah satunya adalah dengan kelanjutan RUU TPKS, upaya yang telah dilakukan terkait pemberdayaan dan perlindungan perempuan dalam 30 tahun terakhir. (Tammy Febriani/KR/Photo: Doc. Freepik, KBR)

Shares