Health

Pentingnya Sirkumsisi bagi Anak Lelaki

By  | 

Sirkumsisi saat ini tak hanya berkaitan dengan keagamaan, namun juga ke arah kesehatan. Yuk,ketahui lebih lanjut tentang sirkumsisi dari segi kesehatan!

Khitan, sunat, atau sirkumsisi pada dasarnya adalah pemotongan sebagian dari preputium (kulit yang menutupi penis) sehingga keseluruhan glans penis menjadi terlihat. Tindakan ini biasa dilakukan pada usia anak-anak menjelang akil balig pada umat Islam. Namun, kini, tak jarang juga orangtua yang mengajak anak laki-lakinya untuk dikhitan sejak usia balita, meskipun tanpa adanya indikasi medis.

Sirkumsisi Karena Indikasi Medis

Menurut dr. Yessi Eldiyani, Sp. BA, dokter Spesialis Bedah Anak RS Pondok Indah – Bintaro Jaya, sebagian besar operasi bedah sirkumsisi memang dilakukan bukan berdasarkan alasan medis, tetapi lebih ke arah keagamaan maupun adat istiadat dan budaya. Sedangkan sebagiannya lagi dilakukan karena adanya indikasi medis, di antaranya dilatarbelakangi oleh:

1.Fimosis yang patologis (karena penyakit). Fimosis merupakan kulup penis yang melekat kencang pada kepala penis sehingga tidak dapat ditarik ke belakang melewati kepala penis. Kondisi ini umum terjadi pada anak berusia dua hingga enam tahun. Seiring waktu, kulup penis seharusnya mulai terpisah dari kepala penis secara alami. Namun, bagi beberapa anak, kulup penis masih belum dapat ditarik ke belakang hingga usia 17 tahun. Fimosis ini biasanya berhubungan dengan peradangan pada kepala penis (balanitis) dan peradangan pada kulup dan kepala penis (balanopostitis) yang terjadi secara berulang. Fimosis masih dianggap wajar dan tidak menimbulkan masalah selama terjadi saat masih bayi dan balita.

2.Terjadinya infeksi saluran kemih berulang.

3.Adanya paraphimosis, yakni keadaan di mana preputium yang telah ditarik ke bagian belakang, tidak dapat dikembalikan pada posisi semula.

Manfaat Sirkumsisi

Bagi Si Kecil yang sudah melakukan sirkumsisi, tentu banyak manfaat yang didapat, yaitu:

1.Menurunkan risiko terjadinya infeksi pada saluran kemih

2.Terhindar dari risiko balanitis dan balanopostitis. Balanitis adalah peradangan pada ujung kepala penis (glans penis) yang disebabkan oleh berbagai hal seperti infeksi jamur, infeksi bakteri, penyakit menular, iritasi kulit, dan kelainan kulit lainnya. Sedangkan balanopostitis adalah peradangan menyeluruh pada kepala penis (glans penis) dan kulitnya.

3.Sirkumsisi juga dapat mencegah terjadinya fimosis dan paraphimosis, yaitu ketika kulup tidak bisa ditarik kembali dan terjebak di sekitar ujung penis.

Teknik Sirkumsisi

Terdapat dua cara tindakan operasi bedah sirkumsisi yang biasa dilakukan, yaitu secara konvensional dan smart clamp. Cara pertama (konvensional) adalah dengan memotong kulit yang menutupi glans penis, kemudian menjahitnya. Sementara smart clamp adalah metode menghentikan aliran darah ke preputium sehingga preputium akan mengalami kematian dan terlepas sendiri. Kekurangan dari cara kedua adalah pengerjaannya membutuhkan waktu yang lebih lama bila dibandingkan dengan cara yang pertama.

“Mamas tak perlu khawatir, sebelum melakukan tindakan sirkumsisi anak akan diberikan anestesi lokal, sedangkan pada tindakan sirkumsisi yang dilakukan saat bayi dan balita, biasanya diberikan anestesi umum, supaya memudahkan dokter untuk melakukan tindakan,” jelas dr. Yessi.

Komplikasi Sirkumsisi

Operasi sirkumsisi tergolong tindakan yang tidak terlalu sulit, walau begitu infeksi ataupun komplikasi masih mungkin terjadi. Risiko terjadinya infeksi kurang dari lima persen, namun apabila itu terjadi maka pemberian antibiotika oral dan mandi teratur dapat mengurangi infeksi tersebut.

Risiko Si Kecil mengalami perdarahan juga dapat terjadi setelah tindakan sirkumsisi. Perdarahan ringan dapat terjadi di sela-sela jahitan sirkumsisi namun tidak sampai mengalir. Perdarahan juga dapat terjadi saat anak ereksi di pagi hari pada satu sampai dua hari pertama setelah tindakan. Tenang saja mamas, jenis perdarahan itu masih dianggap normal kok.

“Ketika terjadi perdarahan, cukup dikeringkan dan dioles salep antibiotika topikal untuk membantu proses penyembuhan dan mencegah infeksi,” saran dr. Yessi.

Ia juga menyarankan agar mamas juga mengonsultasikan dengan dokter anak Si Kecil apabila setelah sirkumsisi ditemukan perdarahan yang tidak wajar dengan jumlah banyak, mengalir tidak berhenti meski telah ditekan dengan kain kassa.

Masalah lain yang dapat terjadi setelah tindakan sirkumsisi adalah meatal stenosis, yaitu penyempitan atau perlekatan pada muara saluran berkemih. Keadaan tersebut dapat terjadi pada 11 persen kasus pasien sirkumsisi. Pada bayi, hal tersebut berhubungan dengan dermatitis yang disebabkan karena kontak dengan popok sekali pakai (diapers), sedangkan pada anak yang lebih besar hal ini berhubungan dengan balanitis xerotica obliterans (BXO).

Kondisi yang Membuat Anak Tidak Boleh Sirkumsisi

Si Kecil yang memiliki kondisi medis tertentu tidak dapat melakukan tindakan sirkumsisi, karena dapat berisiko terjadinya komplikasi. Beberapa kondisi medis tertentu tersebut seperti adanya hipospadia di muara uretra yang terletak tidak pada ujung penis, tetapi pada bagian ventral penis.

Hipospadia adalah kondisi di mana pasien seakan-akan telah disunat dari dalam kandungan. Selain itu, ketika pasien memiliki epispadia, berkebalikan letaknya dengan hipospadia, yaitu di bagian dorsal penis, dengan gejala yang sama.

Pasien juga tidak dapat melakukan tindakan sirkumsisi apabila memiliki kelainan pembekuan darah, seperti hemofilia dan anemia aplastik.

Karena itu, ada baiknya tindakan sirkumsisi dilakukan di rumah sakit bersama dokter spesialis bedah umum atau dokter spesialis bedah anak, agar apabila ditemukan adanya kelainan organ atau kondisi medis tertentu, dokter dapat memberikan penjelasan dan penanganan yang lebih tepat.

Usia Terbaik untuk Sirkumsisi

Dari sisi medis, memang tidak ada usia tertentu yang dipandang optimal untuk melakukan prosedur sirkumsisi. Apabila tidak ada masalah atau indikasi medis tertentu, sirkumsisi bisa dilakukan kapan saja. Sekarang pun semakin banyak orangtua yang tak segan membawa anaknya untuk dikhitan sedari dini. Latar belakangnya, selain karena adanya indikasi medis, juga untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi saluran kemih.

“Manfaat yang didapat dengan sirkumsisi yang dilakukan ketika bayi tak jauh berbeda dengan tindakan sirkumsisi yang dilakukan ketika anak usia sekolah. Bedanya, penggunaan bius bisa lebih sedikit. Lalu, ketika usia Si Kecil masih bayi, ia belum terlalu banyak bergerak, sehingga proses penyembuhan pun bisa lebih cepat. Risiko khitan saat bayi, usia balita, hingga usia sekolah juga relatif sama,” tambah dr. Yessi.

Pentingnya Edukasi Setelah Tindakan Sirkumsisi

Setelah tindakan sirkumsisi, pasien akan mengalami beberapa reaksi jangka pendek yang tidak membahayakan. Reaksi tersebut antara lain seperti rasa ngilu pada kepala penis yang baru dikhitan.  Hal tersebut wajar dan terjadi karena kepala penis menjadi lebih sensitif terhadap sentuhan atau kontak dengan celana dalam. Rasa ngilu akan berangsur-angsur berkurang dalam kurun waktu dua sampai empat minggu.

Si Kecil juga disarankan untuk menggunakan celana dalam yang lebih longgar atau celana dalam sunat. Bila selesai berkemih jangan lupa bersihkan sisa air dengan tisu atau kasa pada tiga hari pertama selesai sirkumsisi. Selanjutnya, diharapkan pada seminggu awal sirkumsisi sebaiknya mengurangi aktivitas naik sepeda, naik motor, atau menunggang kuda untuk mengurangi gesekan antara luka sirkumsisi dengan sadel,” tutup dr. Yessi. (Tammy Febriani/KR/Photo: Doc. iStockphoto.com, RS Pondok Indah)

Shares