Parenting

Menyikapi “Sharenting”, Share Foto Si Kecil di Sosial Media

By  | 

Baru – baru ini, aktris sekaligus mama dari dua orang anak Gwyneth Paltrow memposting foto selfienya bersama putrinya yang berusia 14 tahun Apple Martin. Tanpa disangka, Apple mengomentari postingan tersebut dengan ungkapan yang mengejutkan, mengingatkan sang mama untuk tidak memposting foto dirinya tanpa ijin, “Mom we have discussed this. You may not post anything without my consent.”

Foto selfie Gwyneth & Apple yang menjadi obrolan viral di kalangan para mama.

Reaksi Gwyneth menanggapi komentar putrinya adalah, “You can’t even see your face!”. Protes Apple yang kemudian telah dihapus ini mengundang komentar para mama, ada yang pro dan kontra mengenai unggahan foto Si Kecil di sosial media.

@evamariemasini

“I’ll post whatever the hell I want!” That would’ve been my response. 

@sallen442

Why can’t parents honor their children’s request?

@lcall23

“This is so odd to me when people think social media is for providing parenting advice to strangers or provide mean comments. I think most moms can relate:)”

Fenomena Sharenting

Dikutip dari Huffington Post, kata sharenting sendiri pertama kali dikenalkan oleh Collins Dictionary sebagai kebiasaan seseorang untuk menggunakan media untuk berbagi kabar, foto, dan hal-hal lain tentang anaknya. Berkembang semakin cepat terutama di era digital, tidak semua kalangan menyetujuinya, bagaimana dengan Anda?

Pendapat Psikolog

Praktisi psikolog Elizabeth Santosa, MPsi, Psi, SFP, ACC mengungkapkan pendapatnya mengenai hal ini, “It happens to everyone, anak saya di usia pre teens juga sudah mulai protes saat saya mengunggah fotonya melalui akun sosial media.”

Berikut menurut wanita yang akrab disapa Lizzie tentang fenomena Sharenting:

  1. Orangtua perlu mengingat kembali bahwa anak juga memiliki hak asasi anak. Ia perlu dipandang sebagai manusia seutuhnya. Jadi ada baiknya mengenai hal ini, tanyakan pendapat atau mintalah ijin darinya sebelum memposting foto kebersamaan di sosial media. We have to respect them.
  2. Apa yang terjadi jika anak dilanggar hak asasinya? Rasa percaya anak terhadap orangtuanya akan sulit terbentuk.
  3. Risiko lain yang akan dirasakan oleh anak yang privasinya dilanggar adalah Ia tidak akan pernah tahu bentuk privasi atau konsep daerah otonominya yang tidak boleh disentuh orang lain.
  4. Jika hal ini terjadi secara terus – menerus, anak – anak akan riskan terhadap eksposure dari luar. Dalam arti, bisa jadi Ia akan menjadi sebebas orangtuanya. “Orangtua saya bisa posting apa saja, berarti saya juga boleh.. Nah, hal – hal semacam ini yang dikhawatirkan dapat memicu tindakan cyber crime di masa mendatang, ” ungkap Lizzie.
  5. Sesuai dengan tahap perkembangannya, anak – anak masih perlu diajarkan daerah otonomi atau konsep privasi yang bermanfaat bagi masa depannya. Salah satunya bisa diajarkan melalui contoh perilaku kita di sosial media.

Menutup percakapan, Lizzie mengungkapkan, “Di era kini, kita yang merasa tahu whats best for our kids musti ngalah juga.. Kita musti belajar sama mereka. Disadari atau tidak, anak – anak terkadang juga mengajarkan kita tentang kehidupan.” (Nathalie Indry/KR/Photo: Various)

Shares