Health

Picky Eater Sebabkan Stunting?

By  | 
Di usia pra sekolah, anak mengalami perkembangan psikis. Diantaranya menjadi lebih mandiri, autonom, dapat berinteraksi dengan lingkungannya, serta lebih mengekspresikan emosinya. Bentuk luapan emosi yang biasa terjadi adalah dengan menangis atau menjerit saat ia tidak merasa nyaman. Sifat perkembangan yang terbentuk ini dapat mempengaruhi banyak hal lho mamas, salah satunya adalah pola makan anak.
Hal tersebut menyebabkan anak terkadang bersikap terlalu pemilih, misalnya cenderung menyukai makanan ringan, sehingga menjadi kenyang dan menolak makan saat waktu jam makan. Anak juga sering rewel dan memilih bermain saat Anda menyuapi makanan. Kondisi ini, jika tak segera diatasi dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan makan. Sehingga, proses pembelajaran makan yang baik sangat penting bagi anak di fase usia pra sekolah ini agar ia tumbuh sehat dan cerdas.
Ciri Anak Mengalami Kasus Sulit Makan

Penelitian yang dilakukan Sudibyo Supardi, peneliti di National Institute of Health Research and Development, terhadap anak prasekolah di Jakarta  tahun 2015, menunjukkan hasil prevalensi kesulitan makan sebesar 33,6%. Adapun 44,5% di antaranya menderita malnutrisi ringan sampai sedang dan 79,2 % dari subjek penelitian telah mengalami kesulitan makan lebih dari 3 bulan.

Kelompok usia terbanyak mengalami kesulitan makan adalah usia 1 sampai 5 tahun (58%). Sebanyak 43% anak yang mengalami kesulitan makan mengalami gizi buruk.
Ciri-ciri anak mengalami sulit makan dapat terlihat dari menghabiskan makanan kurang dari sepertiga porsi, menolak makan, anak rewel dan merasa tidak senang atau marah, hanya menyukai satu jenis makanan, hanya mau minum susu, memerlukan waktu > 1 jam untuk makan, dan juga mengemut. Adapun anak yang mengalami susah makan memiliki keluhan gangguan seperti kenaikan berat badan, rewel, nyeri epigastrium, back arching, dan nyeri menelan serta sering muntah. Kondisi anak pilih-pilih makanan seperti itu sering kita kenal dengan istilah picky eater.
Little Girl Covering Her Mouth
Picky eater pada Anak
Menurut Prof. Dr. Rini Sekartini, SpA, picky eater merupakan gangguan perilaku makan pada anak yang berhubungan dengan perkembangan psikologis tumbuh kembangnya dan ditandai dengan keengganan anak mencoba jenis makanan baru (neofobia), pembatasan terhadap jenis makanan tertentu terutama sayur dan buah, dan secara ekstrim tidak tertarik terhadap makanan dengan berbagai cara yang dilakukan, yaitu menampik makanan yang tidak dia sukai, mengemut makanan, dan menutup mulut dengan rapat pada saat menghadapi makanan yang tidak dia sukai.
 “Anak yang suka pilih-pilih makanan atau hanya mau makanan tertentu sering disebut  picky eater. Sebagian besar mama mungkin anaknya pernah mengalaminya. Anak biasanya hanya mau makan makanan tertentu, sering tutup mulut menolak makanan yang diberikan, bahkan sampai nangis terus-menerus,” ujar Prof. Rini.
Prof. Rini melanjutkan, biasanya kondisi picky eater disebabkan kurangnya variasi makanan anak. Anak tidak boleh memilih makanan yang disukai, suasana di rumah tidak menyenangkan, kurang perhatian orangtua, atau contoh yang kurang baik dari orangtua.
Psikolog anak Tari Sanjojo  menyarankan orangtua untuk tidak panik menghadapi gejala picky eater, namun juga tidak boleh menganggap sepele gejala picky eater. Picky eater bila tidak diatasi dengan tepat dapat menyebabkan anak menjadi malas makan dan pada kelanjutannya menyebabkan anak menjadi cepat lesu, tidak bersemangat, kurang konsentrasi, bahkan sakit. Kondisi ini sangat mengganggu aktivitas fisik anak. Seharusnya anak bersemangat mengeksplorasi banyak hal agar tumbuh sehat dan cerdas. Picky eater juga bisa menyebabkan anak terasingkan dari pergaulannya karena ia pilih-pilih makan.
“Pergaulan kan sering melibatkan makanan atau aktivitas makan bersama.  Sayang sekaali kalau anak susah makan nanti dia jadi malas bergaul dengan teman-temannya hanya karena tidak suka makanan yang disajikan,” ungkap Tari.
Anak yang mengalami picky eater ditandai dengan pertumbuhan tubuh terhenti, perubahan perilaku, lesu, kehilangan selera makan, dan kekurangan berat badan. Picky eater bisa menjadi gejala yang merugikan kesehatan anak apabila tidak segera diatasi. Jadi jangan dianggap sepele ya mams, karena picky eater bisa membuat anak kekurangan asupan gizi yang selanjutnya menyebabkan anak mengalami gizi buruk.
Menurut sensus yang dilakukan World Health Organization (WHO) diketahui bahwa 42 % dari 15,7 juta kematian anak di bawah 5 tahun terjadi di negara berkembang dan sebagian besar disebabkan gizi buruk. Dari data tersebut sebanyak 84% kasus kekurangan gizi anak usia di bawah lima tahun (balita) terjadi di Asia dan Afrika. Sedangkan di Indonesia, tahun 2012, terdapat sekitar 53% anak di bawah usia 5 tahun menderita gizi buruk yang disebabkan oleh kurangnya makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi sehari-hari (Depkes, 2012). Kondisi ini menyebabkan banyak anak Indonesia mengalami stunting.
sisters play together
Apa itu Stunting?
Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir.
Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%).
Penelitian Ricardo dalam Bhutta tahun 2013 menyebutkan, balita stunting berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita di dunia dan menyebabkan 55 juta anak kehilangan masa hidup sehat setiap tahun. Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran). Penyebabnya karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani, dan diperparah dengan gelaja picky eater.
Sayangnya Indonesia berada di peringkat ke 5 negara dengan angka stunting tertinggi di dunia. Pemerintah pun gusar dengan kondisi ini. Beberapa program dan kampanye digelar. Salah satunya ‘Isi Piringku’ yang diluncurkan pada Hari kesehatan Nasional (Harkesnas) tahun lalu.
Portrait of boy eating food at table in house
Solusi Anak Sulit Makan
Prof. Rini menjelaskan, susu merupakan salah satu asupan makanan untuk anak pada masa bayi, terutama di 6 bulan pertama  kehidupannya, dimana ASI merupakan makanan utama bayi. “Setelah 6 bulan, ditambahkan MPASI  (Makanan Pendamping ASI) sebagai pelengkap karena kebutuhan anak meningkat. Setelah 1 tahun anak dapat diberikan makanan keluarga, berupa nasi lauk pauk, sayur dan buah plus susu sebagai pelengkap,” tuturnya.
Kondisi ini bisa mengganggu kesehatan anak. Namun sayangnya, banyak orangtua yang salah kaprah menyiasati picky eater dengan memberikan susu sebagai solusi. Padahal, susu sebetulnya hanya sebagai pelengkap.
Perlu diketahui bahwa susu memang kaya gizi, tapi kandungan zat besi di dalamnya biasanya kurang optimal. Dalam 1000 cc susu hanya mengandung 0,5-2 mg zat besi. Sedangkan bayi 1 tahun saja butuh 6 g zat besi setiap hari.
Itulah mengapa sebaiknya orang tua tidak hanya mengandalkan susu untuk memenuhi kecukupan gizi anak. Berikan makanan seimbang yang kaya nutrisi, termasuk kecukupan zat besi di setiap usia. “Pada usia balita kebutuhan susu sekitar 500-600 cc per hari. Selebihnya, anak harus makan. Jadi, susu tidak dapat menggantikan makanan yg harus dikonsumsi anak,” tegas Prof. Rini. (Tammy febriani/KR/Photo: Istockphoto.com)

Shares