Health

Pentingnya Mengubah Pola Pikir dalam Memenuhi Nutrisi Anak

By  | 

Mams, ada banyak berita miring, hoaks atau mitos di dunia kesehatan yang bila dicermati secara detail memiliki efek yang buruk di masa depan, baik itu terhadap individu maupun masyarakat luas itu sendiri. Berdasarkan teori Roland Barthes dalam bukunya yang berjudul Mythologies mengungkapkan bahwa mitos dapat mengubah hal yang bersifat kultural menjadi alamiah dan mudah dimengerti. Mitos yang bermula dari konotasi masyarakat kemudian menjadi hal yang tidak lagi menjadi pertanyaan bagi masyarakat.

Mitos sendiri berasal dari banyak hal, dari pengalaman, hingga dari informasi yang salah dari sumber tertentu. Misalnya dalam kasus susu kental manis (SKM) banyak masyarakat yang masih percaya bahwa SKM bisa menggantikan ASI, atau memiliki tingkat nutrisi yang sama dengan susu. Lalu ada mitos soal vaksin bisa menyebabkan autisme, yang sebenarnya adalah kesalahan yang fatal, karena tidak terbukti dengan penelitian yang valid.

Berdasarkan penjelasan tersebut, tentu kita pun jadi mengerti bahwa mitos atau hoax merupakan pembodohan publik yang bisa mengakar dan sulit untuk dibantahkan. Untuk itulah, kita sebagai individu maupun orang tua, saat ini harus lebih bijak memahami berita mana yang benar, sesuai dengan fakta dan  berita yang salah tidak memiliki unsur ilmiah.

Sayangnya, di Indonesia banyak berita hoax yang menjadi acuan dalam mengambil keputusan, terlebih lagi pengambilan keputusan dalam membesarkan buah hati kita. Banyak orang tua yang lupa bahwa anak merupakan calon pemimpin masa depan, anak adalah aset bangsa yang harus dilindungi, diberikan pendidikan yang cukup, dan dirawat dengan baik dan benar.

 

Dra. Lenny Nurhayanti Rosalin, M.Sc, Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA.

Dra. Lenny Nurhayanti Rosalin, M.Sc, Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA.

 

Hoax dan Kaitannya dengan Permasalahan Gizi

Dra. Lenny Nurhayanti Rosalin, M.Sc, Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA, mengungkapkan bahwa kasus gizi buruk masih menjadi PR besar pemerintah Indonesia. Walau stunting atau gizi buruk identik dengan daerah-daerah di pedalaman, namun nyatanya banyak kasus ini yang juga terjadi di kota-kota besar, bahkan di Ibukota Jakarta! Miris bukan, mams? Ada 87 juta anak indonesia yang harus dilindungi. Bukan hanya dalam kasus kekerasan pada anak, tapi juga melindungi mereka dari penyakit-penyakit terselubung dan berbahaya.

Selain masalah gizi, Lenny juga mengungkapkan bahwa kini gadget menjadi perhatian besar KPPPA dalam isu pendidikan orang tua dan anak. Gadget dinilai memengaruhi aktivitas anak, dan berpengaruh pada tumbuh kembang mereka, hingga berakibat pada kesehatan di masa depan. “Kalau anak sudah pegang gadget, mereka jadi lupa dunia mereka. Benar kata psikolog, gadget bisa membuat mereka diam saat rewel. Tapi, itu tidak baik untuk kesehatan psikis dan tubuh mereka. Anak jadi jarang beraktivitas. Ditambah lagi asupan nutrisinya kurang diperhatikan. Ditambah isu SKM yang masih diberikan ke anak-anak itu, bisa jadi anak-anak memiliki usia yang lebih pendek di masa depan, obesitas yang merupakan kurang gizi terselubung, mengerikan sekali,” ungkap Lenny di acara Fun Group Discussion yang bertema ‘Cukupi Kebutuhan Gizi Keluarga, Jangan Salah Pilih Susu, Bunda Indonesia Bisa!’.

Hadir pula di FGD tersebut, dokter sekaligus presenter dr. Reisa Broto Asmoro. Dr. Reisa mengungkapkan adanya kasus-kasus dimana para orang tua menjalani pola hidup yang salah dan menerapkannya dalam membesarkan buah hati. Ia bercerita bahwa menemukan ada banyak keluarga dengan orang tua yang kegemukan, namun anak balita mengalami kurang gizi akut. Tentu saja penyebabnya adalah ketidaktahuan orang tua dalam memberikan asupan yang seimbang, misalnya mereka masih percaya bahwa air tajin bisa menggantikan ASI atau susu, padahal hal tersebut sama sekali tidaklah benar.

Dr. Reisa juga mengatakan, “Ada banyak orang tua yang malu untuk memeriksakan diri dan anak mereka ke puskesmas karena anak mereka kurang gizi. Seharusnya mereka segera memeriksakan kondisi kesehatan anaknya, namun sayangnya rasa malu mereka lebih besar daripada mementingkan keselamatan anaknya. Padahal program pemerintah memberikan layanan gratis, tapi tidak digunakan dengan baik dan benar, hal itu sangat menyedihkan”.

 

dr. Reisa Broto Asmoro saat FGD berlangsung.

dr. Reisa Broto Asmoro saat FGD berlangsung.

 

Memerangi Hoax

Lalu bagaimana cara memerangi hoax yang merugikan masyarakat, terutama target kepada keluarga dan anak-anak? Menurut Lenny, butuh adanya dukungan dan peran dari semua elemen masyarakat. Mulai dari pemerintah, lembaga non profit, perusahaan, hingga masyarakat itu sendiri yang ‘harus’ mau diedukasi oleh para pakar praktisi. Selain itu, materi yang disampaikan harus sesuai dengan jenis usia, dan pendidikan masyarakat. Ia mengungkapkan bahwa untuk mengubah mindset mereka, butuh bahasa yang pas agar pesan dapat diterima dengan baik dan benar.

“Beberapa waktu lalu, kami baru saja melakukan sosialisasi tentang bahaya rokok. Lucunya, iklan dengan tanda tengkorak buat mereka tidak takut. Bagi anak-anak muda, tengkorak identik dengan ke-MACHO-an. Jadi bagaimana mau pesannya sampai kalau penyampaian pesan saja kita tidak mengerti pola pikir mereka?” ungkap Lenny. Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki lembaga penghimpun perusahaan ramah anak dan keluarga, disebut dengan Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia, yang diklaim satu-satunya di dunia oleh PBB dan akan menjadi contoh bagi negara-negara lainnya.

KPPPA bahkan mengamati isu SKM yang berkembang di masyarakat dari beberapa tahun belakangan ini, dan melihat bahwa isu ini semakin tidak benar. Sebagai lembaga pemerintah, KPPPA pun wajib menegur dan memberikan sosialisasi yang baik kepada perusahaan tersebut. “Bagi mereka profit adalah hal yang penting, padahal tidak! Kami di KPPPA pernah memberikan penyuluhan pada perusahaan tentang penggunaan styrofoam, mereka awalnya enggan mengganti styrofoam dengan kertas yang ramah lingkungan. Tapi kami terus memberikan edukasi, hingga mereka mengerti bahwa hal tersebut penting untuk dilakukan. Walaupun mereka menambah modal mereka untuk pergantian tersebut, akhirnya profit mereka jauh lebih baik dibandingkan dengan menggunakan styrofoam. Nah, hal-hal seperti itu yang harus kita luruskan. Kami juga akan berkordinasi dengan BPOM tentang produk yang ramah anak.” Tutup Lenny.

Kesimpulan dari hasil FGD di atas tentunya menuntut kita sebagai orang tua, untuk lebih smart dalam mencari informasi yang kompeten mengenai penerapan pola hidup sehat bagi keluarga, terutama anak-anak. Jangan ragu dan malu untuk bertanya dengan sumber yang ahli. Karena kembali lagi, berbagai sumber yang ada di lingkungan kita sehari-hari, seringkali hanya sebatas mitos atau bahkan hoax. So, be smart ya, mams! (Tammy Febriani/KR/Photo: iStockphoto.com, various)

Shares