Health

Kehamilan di Atas 40 Tahun, Apa Saja Risikonya Pada Bayi?

By  | 

Q: Dear Smart Mama

Saya dan suami berniat memiliki anak lagi. Anak pertama saya lahir ketika saya berusia 36 tahun, dan usia saya sekarang ini memasuki 41 tahun. Dari informasi yang saya dapat, risiko anak mengalami down syndrome dapat terjadi pada ibu dengan kehamilan di usia lanjut. Apakah ada risiko lain selain down syndrome yang mungkin akan dialami? Seperti autis atau masalah kesehatan lain misalnya. Dan apakah penyakit-penyakit tersebut dapat dideteksi sejak awal kehamilan seperti halnya pada down Syndrome?

Karina, 41 tahun.

A: Banyak wanita saat ini memilih menunda kehamilannya dengan berbagai alasan. Banyak dari kita memilih mengejar gelar dan karir terlebih dahulu, dan memilih untuk menunda pernikahan. Faktanya, dibandingkan pada tahun 1970, perbandingan wanita berpredikat mama di usia 35 tahun ke atas adalah 1 berbanding 100, namun sekarang ini 1 berbanding 7.

Jadi, walaupun kini para wanita menyandang predikat mama dengan usia yang lebih lanjut, namun risiko janin yang dikandung mengalami down Syndrome ataupun kelainan kromosom lainnya tetaplah tinggi.

Menurut dokter kandungan yang juga ahli kesuburan, Michele M. Hakakha, M.D., FACOG, selain masalah pada kromosom, sebenarnya masih banyak risiko lain yang akan dihadapi calon mama saat mengandung di usia lebih dari 40 tahun.

Berikut ini adalah beberapa risiko kesehatan yang mungkin akan dialami oleh calon mama dan janinnya:

  1. Gestational diabetes
  2. Pre-eclampsia
  3. Keguguran
  4. Persalinan prematur
  5. Masalah pada plasenta (placenta previa, placental insuffieciency)
  6. Bayi terlahir meninggal

Pada autisme, bukan usia mama yang memengaruhi kondisi tersebut, melainkan usia sang ayah yang lebih dari 40 tahun yang bisa menjadi faktor adanya autisme. Selain itu, riwayat keluarga dan faktor lain juga turut memengaruhi seorang anak mengalami autisme. Dan sayangnya, teknologi medis yang ada hingga saat ini masih belum bisa menentukan gejala autisme ataupun masalah neurologi (gangguan otak dan sistem saraf) sebelum kelahiran.

Blood test preparing

Kabar baiknya, Michellle menjelaskan bahwa sekarang ini terdapat teknologi bernama non-invasive prenatal screening (NIPS) yang merupakan solusi medis untuk mengetahui kondisi kesehatan janin dengan risiko minimal.

Sebelumnya kita berpatokan pada pemeriksaan awal trimester seperti tes darah dan USG untuk mengetahui apakah janin mengalami down Syndrome, Trisomy 18, Trisomy 13 dan beberapa kelainan kromosom lainnya. Dan pemeriksaan ini sebenarnya tak 100% akurat, karena bisa saja hasil tes menyatakan janin di dalam kandungan Anda mengalami down Syndrome, padahal nyatanya tidak. Bila ini terjadi, maka dokter akan menyarankan Anda untuk melakukan Chorionic Villus Sampling (CVS) atau Amniosentesis yang dapat mendeteksi ketidaknormalan kromosom yang salah satunya mengakibatkan down Syndrome. Walau begitu, pemeriksaan ini juga memiliki risiko janin gugur, yaitu antara 1 dari 200 untuk CVS, dan 1 dari 500 untuk Amniosentesis.

Pada NIPS, pemeriksaan yang dilakukan sangat sederhana, yaitu hanya dengan mengambil DNA janin melalui darah sang mama, sehingga dapat meminimalisasi risiko janin gugur. Sangat disarankan para calon mama dengan kehamilan di atas 35 tahun untuk melakukan NIPS di usia kehamilan 10 minggu.

Walau begitu, bukan berarti risiko ini akan dialami oleh semua calon mama yang hamil di usia lanjut. Banyak juga kok para calon mama yang hamil di usia akhir 30-an hingga awal 40-an yang memiliki kehamilan serta janin yang sehat! Bila Anda memang khawatir dengan kondisi ini, maka Anda dapat berkonsultasi dengan dokter kandungan agar ia bisa menjelaskan lebih lanjut risiko yang dapat terjadi, termasuk dengan mempertimbangkan riwayat medis Anda sebelumnya. (Tammy Febriani/KR/Photo: Istockphoto.com)

Shares