Health

Mendeteksi Kelainan Kromosom Si Janin

By  | 

Menjaga kesehatan diri sendiri dan bayi dalam kandungan adalah hal mutlak yang dilakukan tiap calon mama. Namun walau bagaimanapun kita berusaha menjaga Si Janin agar tetap sehat, nyatanya tetap ada hal-hal di luar kendali yang mungkin dapat terjadi. Salah satunya adanya kelainan kromosom yang dapat mengakibatkan penyakit-penyakit tertentu pada bayi.

Apa Itu Kelainan Kromosom?

Kromosom merupakan struktur yang mengandung unsur genetika manusia. Kromosom diwariskan oleh sperma dan sel telur orangtua kepada bayinya. Normalnya, setiap manusia memiliki 46 kromosom, tapi ada kalanya terjadi situasi ketika bayi menerima kromosom dalam jumlah lebih banyak atau bisa juga lebih sedikit. Pada anak dengan down syndrom misalnya, ia memiliki 47 kromosom.

Risiko kelainan kromosom pada bayi ini semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia Si Calon Mama. Kelainan kromosom juga menyebabkan setidaknya 50 persen keguguran pada masa awal kehamilan. Untuk mendeteksi kelainan ini, calon mama dapat memeriksakan kehamilannya dengan melakukan tes-tes tertentu.

Diagnosis

Tes untuk melakukan diagnosis kelainan kromosom ini didahului dengan pemeriksaan awal di usia kehamilan 11-20 minggu. Dengan mengetahui kemungkinan ada atau tidak adanya kelainan pada bayi yang akan lahir, tes ini akan memberi Anda waktu mempersiapkan kelahiran bayi berkebutuhan khusus. 
Ibu hamil dapat memilih pemeriksaan awal yang meliputi:

  • USG awal (nuchal translucency screening).
  • Tes darah.
  • Kombinasi USG dan tes darah.

Terdapat beberapa alternatif tes diagnosis lanjutan untuk memastikan apakah bayi benar berpotensi mengidap kelainan kromosom ini, yaitu dengan:

  1. Amniosentesis, merupakan pemeriksaan kelainan kromosom pada bayi dengan mengambil sampel cairan pada ketuban. Pemeriksaan ini dilakukan saat usia kehamilan berusia antara 16-20 minggu. Tes ini memiliki tingkat keakuratan 99 persen dalam mendeteksi hampir semua jenis kelainan kromosom seperti turner dan down syndrom. Tak hanya itu, mendeteksi kadar alpha-fetoprotein (AFP) di dalam cairan ketuban juga berguna mengetahui ada atau tidaknya cacat tabung saraf pada janin.
  2. Chorionic villus sampling (CVS). Chorionic villus adalah bagian dari plasenta di mana terdapat perbatasan antara jaringan pembuluh darah ibu dan janin. Komposisi genetika yang terdapat di sel-sel chorionic villus sama dengan komposisi genetika sel-sel janin. CVS dilakukan dengan mengambil sampel substansi chorionic villus yang identik dengan sel-sel bayi untuk dibiopsi. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada usia kehamilan sekitar 11-14 minggu. Risiko keguguran yang mungkin terjadi setelah dilakukannya tes CVS ini sedikit lebih tinggi dibandingkan risiko keguguran akibat amniosentesis.
  3. Fetal blood sampling (FBS). Tes untuk mendeteksi kelainan kromosom atau genetika ini dilakukan dengan mengambil sampel darah bayi langsung dari tali umbilikus atau janin dalam kandungan. FBS dilakukan untuk memeriksa keberadaan infeksi pada janin, anemia, dan kadar oksigen darah janin.

Ketiga tes di atas umumnya memiliki 0,5–2 persen kemungkinan keguguran. Karena itu, tes-tes tersebut hanya dianjurkan bagi wanita hamil yang berisiko tinggi, yaitu:

  • Ibu hamil berusia 35 tahun ke atas.
  • Ibu hamil yang sebelumnya memiliki anak dengan kelainan kromosom atau genetik.
  • Ibu hamil dengan riwayat anggota keluarga pengidap kelainan kromosom.

Penyakit Akibat Kelainan Kromosom

Kelainan kromosom ini dapat menyebabkan berbagai macam gangguan pada bayi. Berikut ini adalah beberapa penyakit yang paling umum terjadi yang dapat dideteksi dengan tes-tes di atas.

  • Spina bifida: Bayi mengalami kelainan dalam perkembangan tulang belakang dan saraf tulang belakang yang mengakibatkan adanya celah pada tulang belakang serta gangguan otak.
  • Down syndrom: Menyebabkan gangguan kemampuan belajar dan perbedaan tampilan fisik dari manusia pada umumnya.
  • Talasemia: Kelainan darah yang bersifat turunan yang menyebabkan sel-sel darah merah tidak dapat berfungsi normal, sehingga mengakibatkan anemia pada bayi. Pada beberapa kondisi seperti talasemia, bayi hanya akan mengalami kelainan jika kedua orangtuanya memiliki kelainan gen tersebut dan mewariskannya secara bersamaan kepada anak. (Tammy Febriani/LD/Photo: Istockphoto.com)

Shares