Mind

Bahaya Menjadi Hoarder, Si Penimbun Barang

By  | 

Anda gemar mengumpulkan baju, sepatu, tas, hingga barang-barang yang Anda sendiri sebenarnya tidak memerlukannya, hingga memenuhi kamar atau bahkan rumah? Hmm…Hati-hati, Mamas, karena kebiasaan ‘mengoleksi’ tersebut berpotensi membuat Anda mengidap gejala ‘hoarder’.

Apa itu Hoarding?
Menurut International Obsessive Compulsive Disorder (OCD) Foundation, orang berkarakter hoarder adalah mereka yang merasa kesulitan membuang, mendaur ulang, menjual, atau menyumbangkan barang-barangnya sehingga memengaruhi kondisi hidup hingga tempat tinggal mereka. Orang yang mengalami hoarding atau gemar menimbun barang ini biasanya tergantung pada barang-barang karena ia takut suatu saat membutuhkannya. Seorang hoarder juga kadang menilai suatu barang terlalu tinggi dari yang seharusnya.

“Memiliki barang merupakan sesuatu yang dianggap sangat bergengsi bagi kita, memberikan kita identitas diri dan personal history. Dan bagi orang yang punya problem hoarding, kecenderungan ini jadi sedikit over,” ujar Dr. Randy Frost, profesor psikologi di Smith College, Northampton, Amerika.

“Mengoleksi dianggap normal karena diisi oleh barang-barang yang memiliki nilai, sedangkan menimbun diisi oleh barang-barang yang bisa disebut sampah,” ujar Robin Rosenberg, psikolog klinis sekaligus penulis Abnormal Psychology. Dan tidak seperti kolektor, penimbun tidak membatasi dirinya. “Kolektor akan menjual koleksinya jika ruangan dirasa sudah tidak bisa menampung, sedangkan penimbun akan terus mengisi ruangan tersebut hingga benar-benar penuh,” tambah Rosenberg.

Dan tidak hanya barang saja yang mereka kumpulkan, animal horder juga ada lho, Mamas. Jadi, bila selama lima tahun terakhir ini Anda merasa tak pernah melihat lantai atau dinding kamar Anda sendiri, well, you’re definitely a hoarder, Mams!

Bahaya Hoarding
Walaupun mungkin bukan Anda, tapi mungkin saja Anda kenal seseorang yang memiliki gejala tersebut, entah itu sahabat, kerabat, atau bahkan orangtua Anda sendiri! Menurut studi, orang lanjut usia lebih rentan menjadi hoarder lantaran akumulasi barang yang memiliki ‘kenangan’ di hidup mereka. Kebiasaan buruk ini juga bisa disebabkan oleh faktor lingkungan keluarga, depresi, attention deficit disorder, hingga tragedi seperti kematian orang terdekat. Bila dibiarkan, nantinya mereka akan mengisolir diri dari lingkungan sekitar.

Seorang hoarder juga dapat terancam hidupnya lho, Mams. Karena barang-barang yang Anda simpan terus itu berpotensi jadi sumber kebakaran, atau bisa saja Anda tersandung atau bahkan tertimpa timbunan barang hingga membuat Anda sendiri cedera parah. Mengumpulkan barang-barang yang tergolong sampah juga bisa menciptakan habitat bagi serangga dan hewan pengerat. “Akibat paling serius dari kebiasaan hoarding adalah kehilangan nyawa, mayoritas dari kebakaran,” jelas Frost, yang mengatakan kasus tersebut banyak ditemukan di Australia. “Hoarding tak hanya meningkatkan risiko kematian Sang Hoarder itu sendiri, tapi juga meningkatkan risiko tersebut bagi para tim pemadam kebakaran dan tetangga-tetangga Anda.”

Yang Harus Dilakukan
Bila kecenderungannya belum parah, Anda bisa membantu mengatur dan mengorganisir barang-barang mereka. Sebagai informasi, seorang hoarder juga cenderung memiliki sifat labil, susah mengambil keputusan, dan kesulitan mengorganisir. Bantu buang atau menyumbangkan barang yang semisal sudah tak pernah dipakai selama sepuluh tahun terakhir misalnya. Namun, bila sudah memasuki fase parah, bantuan psikolog atau psikiater layak dipertimbangkan. (Tammy Febriani/LD/Photo: Istockphoto)

Shares