Parenting

Indonesia Berada di Peringkat Ke 3 Fatherless di Dunia!

By  | 

Meski tidak seperti di negara barat yang tinggi dengan kasus perceraian dan banyaknya ibu atau ayah tunggal, namun faktanya, tingkat fatherless di Indonesia justru sangat tinggi. Bahkan disebutkan, Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia.

Fatherless atau kerap juga disebut father hunger merupakan istilah yang muncul akibat hilangnya peran papa dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak. Tidak hanya kehadiran dan keterlibatannya secara fisik, namun fatherless juga merujuk pada kehadiran papa secara psikologis (emosional).

Penyebab Fatherless  

Penyebab tingginya angka fatherless di Indonesia adalah masih kuatnya budaya patriarki di masyarakat Indonesia. Budaya ini meyakini bahwa laki-laki atau papa, bertanggung jawab pada urusan nafkah. Sedangkan untuk urusan rumah dan anak menjadi tanggung jawab perempuan (mama).

Dikutip dari detikPagi, menurut Psikolog Klinis Anak dan Remaja Monica Sulistiawati, MPsi, ada tiga hal yang menjadi faktor Si Kecil bisa mengalami fatherless selain karena ditinggal mati sang papa, yaitu:
1. Pernikahan jarak jauh atau long distance marriage (LDM)
2. Orang tua bercerai
3. Orang tua terlalu sibuk

Risiko Fatherless pada Si Kecil

Banyak efek negatif yang akan dialami Si Kecil yang fatherless. Tentunya tumbuh kembangnya akan terganggu khususnya dalam hal:

  • Perkembangan self esteem (kepercayaan diri)
  • Life satisfaction (kepuasan hidup Si Kecil)
  • Problem solving (bagaimana Si Kecil menyelesaikan masalahnya)
  • Berpotensi mengalami gangguan psikomatis, kekerasan fisik, emosional dan seksual.

Psikolog klinis Annisa Mega Radyani, M. Psi., Psikolog menambahkan, fatherless menimbulkan kurangnya konsep diri secara fisik dan emosional. Hal ini menyebabkan mereka sulit mengontrol emosi dan dipenuhi rasa kebencian yang berkepanjangan akibat tidak memiliki sosok papa sebagai panutan hidup. Sehingga, Si Kecil yang mengalami fatherless kerap mencari pengganti sosok ‘papa’ sebagai panutan hidupnya.

Rasa tidak percaya atau trust issue juga bisa muncul terhadap sosok laki-laki. Hal ini umumnya dialami oleh mereka yang merasa kehilangan sosok papa secara emosional.

Khususnya pada anak perempuan, ia berisiko sulit menjalin hubungan dan interaksi di tempat kerja dengan lawan jenis. Hal ini disebabkan karena ia tidak pernah diajari cara merasa nyaman dengan laki-laki saat sosok papa tidak ada dalam kehidupannya.

“Mungkin bisa jadi ia tidak percaya dengan laki-laki atau misalnya bisa jadi merasa tidak aman bersama seorang laki-laki, dan itu akan mempengaruhi relasi dia dengan orang lain, baik dengan perempuan atau juga laki-laki gitu,” tutur Annisa.

Prestasi akademik Si Kecil nyatanya juga bukan hanya menjadi tanggung jawab mama, namun papa pun turut berperan di dalamnya. Beberapa anak yang mengalami fatherless kerap memiliki rasa tidak percaya diri dan hal tersebut mempengaruhi prestasi akademiknya di sekolah.

Annisa juga menyebutkan bahwa kondisi fatherless berpotensi memicu Si Kecil untuk melakukan kenakalan terutama ketika memasuki usia remaja.

“Biasanya aturan di rumah yang handle papa. Karena tidak ada sosok papa yang membuat peraturan, Si Kecil jadi lebih bandel. Apalagi kalau papanya memberi contoh yang tidak baik,” terang Annisa.

Direktur Bina Keluarga dan Anak BKKBN, Irma Ardiana, juga menjelaskan bahwa Si Kecil jadi lebih mudah terpengaruh untuk merokok, mengonsumsi alkohol hingga menggunakan narkotika. Tentunya hal ini akan mengganggu prestasi akademis Si Kecil.

Mirisnya lagi, fatherless juga meningkatkan risiko anak melakukan hubungan seksual di usia kurang dari 16 tahun lho, Mams and Paps! Tentunya hal ini nantinya juga akan turut memengaruhi tingkat pernikahan dini ataupun perceraian.

Peran Penting Papa dalam Tumbuh Kembang Si kecil

Lalu bagaimana menurunkan angka fatherless? Tentunya, selain bekerja, papa pun harus turut andil dalam pengasuhan Si Kecil. Berikut ini merupakan beberapa peran penting papa yang sangat penting dalam mendampingi Tumbuh Kembang Si Kecil:

  • Bukan sekedar ada saat Si kecil bermain, namun juga menjadi teman bermain bagi Si Kecil.
  • Mengajarkan Si Kecil membedakan perilaku benar dan salah, serta memahami konsekuensi atas perilaku yang dilakukan.
  • Mengajarkan tentang tanggung jawab, moral dan tatakrama dalam kehidupan sehari-hari.
  • Mengajarkan Si Kecil bagaimana memecahkan masalah dengan solusi yang tepat.
  • Mengajarkan nilai-nilai penting dalam hidup sebagai bekalnya di masa depan.

(Tammy Febriani/KR/Source: Antara, detikPagi, detik, BKKBN/Photo: Doc. iStockphoto.com)

Shares